SOLOPOS.COM - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki (dua dari kiri) menguraikan bahwa pelaku UMKM harus terhubung dengan industri, pada Rabu (14/6/2023). (Istimewa/tangkapan layar)

Solopos.com, SOLO — Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyebut perlu ada ekosistem usaha yang ramah bagi pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendorong transformasi UMKM bagi masa depan.

Hal tersebut ia sampaikan dalam Konferensi Pers Launching Perayaan Hari UMKM Nasional Tahun 2023 Transformasi UMKM Masa Depan, Rabu (14/6/2023) yang diakses Solopos.com melalui zoom meeting. Teten menguraikan kontribusi UMKM terhadap negara cukup luar biasa, selain share produk domestik bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sebanyak 60%. Sektor UMKM juga dinilai menyediakan lapangan kerja, sebanyak 97% menurutnya disediakan oleh para pelaku UMKM.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Namun, lebih lanjut menurut Teten perlu ada peningkatan kualitas lapangan pekerjaan. Selain dari kebijakan industrialisasi yang saat ini tengah digenjot Presiden Joko Widodo di sektor formal. Usaha mikro yang tidak terserap di sektor formal bisa dikurangi.

Menurutnya, kualitas lapangan kerja di sektor yang terserap di sektor usaha mikro semakin baik. Oleh sebab itu pemerintah terus memperbaiki ekosistem usaha agar UMKM mempunyai kesempatan untuk berkembang. Ekosistem tersebut misalnya kemudahan usaha, mulai dari pendirian usaha. Sektor usaha mikro hanya memerlukan nomor induk berusaha (NIB). Pihaknya tidak menginginkan sekecil apapun usaha mikro tersebut tidak boleh dikatakan informal.

Sebab, ketika menjadi sektor formal bisa lebih mudah mengakses pembiayaan, kebijakan, misalnya sertifikasi produk dan halal. Ketika menjadi sektor formal juga mampu mempermudah kerja sama bisnis.

“Yang kedua pada akses pembiayaan, kita tahun kredit perbankan untuk UMKM masih rendah, masih 21%. Kalau dibandingkan dengan negara lain jauh sekali. Presiden Jokowi menargetkan perbankan itu kreditnya dikucurkan untuk UMKM itu 30%, ini yang kami terus upayakan. Karena ketika modelnya masih menggunakan colateral itu UMKM pasti tidak punya aset, usaha saya menyewa, kadang-kadang jualan digerobak. Kalau masih diminta akses UMKM untuk kredit perbankan masih rendah,” papar Teten.

Lebih lanjut Teten menjelaskan banyak negara yang sudah menerapkan sistem credit scoring yang sudah dilakukan oleh fintech yang bisa ditangkap oleh pihak perbankan. Selanjutnya membangun ekosistem akses pasar, berdasarkan kebijakan belanja pemerintah sebanyak 40% untuk membeli produk lokal atau UMKM. Kebijakan substitusi impor ini menurutnya akan berdampak kepada lapangan kerja, termasuk dalam kebijakan investasi.

Teten mengaku pihaknya gencar mendorong kemitraan UMKM dengan usaha besar atau industri agar mampu berjalan bersama dan mampu meningkatkan kualitas produk UMKM. Perlu adanya dukungan agar produk UMKM bisa memasuki rantai pasok dalam industri sehingga mampu terintegrasi. Ia menjelaskan baru 7% UMKM yang sudah terhubung pada rantai pasok. Perlu ada kerja sama dengan BUMN ataupun pihak swasta untuk memaksimalkan hal ini.

Ada instensif pajak bagi perusahaan yang tergabung dalam UMKM. Agar produk UMKM tersebut bisa memasuki pasar global dengan syarat produk UMKM sudah berstandar industri. “Kalau enggak ya UMKM kita hanya mendominasi di sektor kuliner,” ujar Teten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya