Bisnis
Selasa, 11 Oktober 2022 - 11:18 WIB

Melarang Debt Collector Pakai Kekerasan saat Tagih Utang, Ini Penjelasan OJK

Anik Sulistyawati  /  Rika Anggraeni  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi debt collector. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang penagih utang atau debt collector menggunakan kekerasan atau tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial dalam proses penagihan utang kepada konsumen.

Secara terperinci, OJK melarang debt collector menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.

Advertisement

Mengutip Instagram resmi Otoritas Jasa Keuangan @ojkindonesia pada Selasa (11/10/2022), jika hal tersebut dilakukan, maka debt collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana.

Selain itu, untuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut, juga dapat dikenakan sanksi oleh OJK.

Advertisement

Selain itu, untuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut, juga dapat dikenakan sanksi oleh OJK.

“Sanksi yang dapat dikenakan berupa sanksi administratif antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha,” jelas OJK seperti dikutip pada Selasa (11/10/2022).

Baca Juga: OJK Sebut Ekonomi RI Tetap Tumbuh Positif meskipun Resesi Global di 2023

Advertisement

Adapun dalam proses penagihan, pihak ketiga di bidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen, mulai dari kartu identitas dan sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.

Selain itu, debt collector juga diwajibkan membawa surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan Fidusia.

“Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” jelasnya.

Advertisement

Baca Juga: Gaikindo: Insentif PPnBM Berakhir, Penjualan Kendaraan Tak Terdampak

Hal ini sebagaimana tercantum pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, yakni perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan.

Sebelumnya, OJK menerima banyak pengaduan masyarakat terkait pengaduan kredit dan perilaku penagihan yang kasar.

Advertisement

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Riyanto menjelaskan telah menerima 199.111 layanan melalui berbagai kanal ada 8.771 layanan pengaduan.

“Dari pengaduan itu 50 persen sektor IKNB, 49,5 persen merupakan pengaduan sektor perbankan dan sisanya pasar modal,” jelasnya, dalam Rapat Kerja di Komisi XI DPR, Kamis (8/9/2022) seperti dilansir Bisnis.

Adapun, pengaduan paling banyak restrukturisasi dan pembiayaan perilaku petugas penagihan dan layanan informasi keuangan, dengan tingkat penyelesaian per Agustus 2022 sebesar 85,66 persen.

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini mengklasifikasikan terdapat beberapa jenis kasus.

Baca Juga: Hadapi Situasi Global, Reasuradur Didorong Ikut Jaga Ketahanan Ekonomi Nasional

Pertama, terkait kasus dalam proses yang bersangkutan tidak sadar melakukan tanda tangan kontrak. “Hal itu kami lihat bukti otentiknya, memang demikian, atau penyampaiannya ada dilakukan dengan tidak tepat,” tambahnya.

Kedua, terkait penagihan utang, terjadi pelanggaran berupa penagihan yang kasar dan melakukan kekerasan fisik.

“Jelas pelanggaran bukan saja pengaturan dan prosedur yang ada tetapi dalam aspek tindakan yang melanggar hukum. Maka itu kami koordinasi dengan kepolisian, isunya bergeser dari compliance menjadi pelanggaran hukum,” terangnya.

Mahendra menerangkan dengan jumlah pelaporan yang begitu banyak, OJK melakukan konfirmasi ketika satu agen atau perusahaan pinjaman online melakukan tindakan tersebut berulang-ulang, OJK melakukan konfirmasi ke perusahaan IKNB maupun perbankan terkait.

OJK juga berupaya memperkuat perkuat implementasi kewenangan dalam tindakan pencegahan permasalahan konsumen dan masyarakat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif