SOLOPOS.COM - Kondisi terkini jalan tol Solo-Jogja- Kulonprogo di kilometer tiga yang terletak di Colomadu, Karanganyar, sudah sampai pada proses pembetonan, Senin (27/2/2023) (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Pembebasan lahan untuk pengerjaan jalan tol Solo-Jogja-Kulon Progo masih menghadapi kendala, terutama di Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten.

Salah satu alasan ada warga yang menolak pembebasan lahan dikarenakan lahan tersebut dianggap merupakan lahan bersejarah.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Hal ini diungkapkan oleh Bupati Klaten Sri Mulyani saat meninjau lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) jalan tol Solo-Jogja-Kulon Progo di Desa Kuwiran, Banyudono, Boyolali, Senin (27/2/2023).

Ia menyebut ada dua warganya yang masih belum mau melepas lahannya, mereka yang menolak menganggap uang ganti rugi (UGR) yang diterima terlalu kecil.

“Harganya mereka minta terlalu tinggi, kami sudah memberikan sesuai ketentuan, tapi dari warga menganggapnya masih kurang,” ujar Sri Mulyani.

Alasan warga yang menolak tersebut mematok harga tinggi, dikarenakan lahan tersebut merupakan tanah warisan yang bersejarah.

Meski demikian, Sri Mulyani mengaku masih berusaha untuk terus melakukan negosiasi agar warga yang belum mau melepaskan lahannya tersebut bisa ditebut dengan UGR yang disiapkan pemerintah.

“Pak Hartono luas tanahnya 125 meter persegi, UGR-nya mestinya Rp970 juta, tetapi mintanya Rp30 miliar karena alasannya merupakan tanah warisan sejarah, satunya lagi Siti Aisyah luas tanahnya 153 meter persegi dengan UGR Rp651 juta, tetapi mintanya Rp20 miliar. Saya masih berusaha untuk bisa berkomunikasi dan merangkul pemilik lahan tersebut,” ulas Sri Mulyani.

Terpisah Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam agenda yang sama juga berharap waktu untuk menyelesaikan pembebasan lahan jalan tol Solo-Jogja-Kulon Progo bisa rampung sebelum lebaran tahun ini.

Namun, Sri Mulyani menekankan untuk mengomunikasikan kepada warga terkait pembebasan lahan tersebut.

“Sebelum lebaran kalau sudah selesai semuanya lebih baik, supaya lebih cepat rampung dan tidak ada saling iri antar warga, tetapi pengadilan memintanya memang sesudah lebaran. Ini perlu dikomunikasikan dengan warga, supaya warga juga bisa tahu,” jelas Sri Mulyani, di Desa Kuwiran, Banyudono, Boyolali, Senin (27/2/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya