SOLOPOS.COM - Direktur Geopolimer Indonesia, Januarti Jaya Ekaputri saat memaparkan geopolimer dari FABA dari PLTU mampu mereduksi emisi karbon hingga 44% ketika menjadi salah satu bahan baku material pengganti semen. Hal tersebut disampaikan saat Seminar Nasional bertajuk Value Creation of FABA untuk mendukung infrastruktur pertanian dan pembangunan berkelanjutan, Rabu (14/6/2023).

Solopos.com, SEMARANG – PT PLN (Persero) terus mendorong optimalisasi pemanfaatan Geopolimer karena mampu mereduksi emisi karbon hingga 44%.

Geopolimer dari abu sisa pembakaran batu bara PLTU atau dikenal dengan nama Fly Ash Bottom Ash (FABA) itu digunakan pada pengolahan bahan baku konstruksi. Bahan baku industri ini mampu mereduksi emisi karbon hingga 44% sehingga menjadi salah satu bahan baku material pengganti semen yang lebih ramah lingkungan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan PLN terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk melakukan terobosan dan inovasi teknologi dalam pelestarian lingkungan, termasuk dalam pemanfaatan FABA.

“PLN akan terus melakukan terobosan dan inovasi teknologi sebagai komitmen perseroan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dekarbonisasi di sektor kelistrikan, khususnya PLTU, adalah bagian dari upaya tersebut,” ungkap Darmawan.

Direktur Geopolimer Indonesia Januarti Jaya Ekaputri menjelaskan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca adalah aktivitas industri, khususnya industri semen. Produksi semen berkontribusi 52% dalam emisi sektor industri.

Ia mengatakan alternatif pemanfaatan FABA untuk pengurangan emisi karbon ini perlu dukungan bersama. Dengan peningkatan teknologi dan pengembangan kajian, maka FABA bisa semakin berperan dalam sirkular ekonomi dan dekarbonisasi di industri semen dan beton.

“Hal ini perlu dicarikan solusi yang lebih ramah lingkungan mengingat tingginya emisi karbon dari industri semen. Jika penggunaan semen ini bisa disubstitusi dengan geopolimer yang berbahan baku FABA, maka mampu menurunkan emisi hingga 44%,” ujar Jaya dalam Seminar Nasional Value Creation of FABA untuk mendukung infrastruktur pertanian dan pembangunan berkelanjutan, Rabu (14/6/2023).

Peneliti Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional (UGRG) Universitas Gajah Mada Himawan Tri Bayu Murti Petrus menjelaskan pengelolaan FABA yang komprehensif akan mampu menyasar berbagai sektor. Oleh sebab itu sebaiknya FABA tidak ditimbun begitu saja. Seharusnya, FABA justru dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian dan pelestarian lingkungan.

Himawan mengungkapkan FABA yang dihasilkan di Indonesia terbukti masuk kategori aman karena tidak mengandung zat radio aktif berbahaya. FABA di Indonesia sangat bisa potensial dikembangkan lebih besar lagi karena memiliki struktur rantai kimia yang lebih ramah lingkungan.

“FABA produksi Indonesia justru lebih ramah lingkungan karena memiliki rantai kimia yang tidak berbahaya. Sehingga Indonesia bisa meningkatkan utilisasi FABA ini untuk jadi bahan baku ekonomis,” pungkas Himawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya