Bisnis
Selasa, 26 September 2023 - 10:57 WIB

Luncurkan Bursa Karbon, Jokowi: Indonesia Punya Potensi Rp3.000 Triliun Lebih!

Wibi Pangestu Pratama  /  Newswire  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). (Ilustrasi/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa bursa karbon Indonesia yang resmi diluncurkan pada Selasa (26/9/2023), merupakan kontribusi nyata Indonesia untuk melawan krisis iklim.

Presiden Jokowi menjelaskan bahwa hasil dari perdagangan tersebut akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon, karena Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam nature-based solution dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.

Advertisement

“Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun, bahkan lebih,” kata Presiden Jokowi dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa.

Angka yang sangat besar itu, menurutnya lagi, akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia yang menuju ke ekonomi hijau.

Advertisement

Angka yang sangat besar itu, menurutnya lagi, akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia yang menuju ke ekonomi hijau.

“Bursa karbon bisa menjadi sebuah langkah besar Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi,” ujar Jokowi, mengacu pada Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 dengan bantuan internasional.

Untuk itu, Jokowi meminta perdagangan karbon mengacu pada standar karbon internasional dan memanfaatkan teknologi, sehingga proses transaksi bisa efektif.

Advertisement

Presiden juga meminta pengaturan dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional, dengan memastikan bahwa standar tersebut tidak mengganggu target pengurangan emisi Indonesia.

“Saya optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia asalkan digarap konsisten bersama-sama seluruh pemangku kepentingan,” kata Jokowi.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon (SEOJK 12/2023) sebagai aturan teknis dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023.

Advertisement

OJK kemudian menunjuk BEI sebagai penyelenggara bursa karbon. Bursa karbon adalah sistem perdagangan karbon yang mencakup jual beli kredit karbon. Bursa karbon dirancang untuk mengatur perdagangan izin emisi karbon serta mencatat kepemilikan unit karbon sesuai mekanisme pasar.

Singkatnya, bursa karbon merupakan sistem perdagangan di mana izin emisi karbon diperjualbelikan dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Satu kredit karbon yang dapat diperdagangkan setara dengan penurunan emisi satu ton karbondioksida. Ketika sebuah kredit karbon digunakan untuk mengurangi, menyimpan, atau menghindari emisi, itu menjadi pengganti dan tidak lagi dapat diperdagangkan.

Advertisement

Melalui platform perdagangan karbon yang sudah mulai dipersiapkan sejak 2022 itu, Indonesia mampu mengambil peran lebih besar dalam upaya pengendalian dampak perubahan iklim secara global.

Menurut data dari Boston Consulting Group (BCG), potensi NBS Indonesia sebesar 1,4 GtCO2e per tahun, sehingga diperkirakan pasar kredit karbon sukarela Indonesia dapat mencapai Rp60 triliun—85 triliun pada 2030. Pasar kredit karbon sukarela merupakan salah satu bagian dari bursa karbon.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan aktivitas perdagangan karbon di dalam negeri, lewat perdagangan primer antarentitas bisnis dan sekunder melalui bursa OJK, dapat mencapai US$1 miliar sampai dengan US$15 miliar, atau setara dengan Rp225,21 triliun (asumsi kurs Rp15.014 per dolar AS) setiap tahunnya.

Di Indonesia, aturan terkait perdagangan karbon melalui Bursa Karbon didasari oleh dua Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), yakni POJK Nomor 14 Tahun 2023 Tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.

Lalu, Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 12/SEOJK.04/2023 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. OJK telah memberikan izin usaha pada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai Penyelenggara Bursa Karbon dalam surat keputusan OJK nomor KEP-77/D.04/2023 pada Senin (18/9/2023).

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif