SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan produksi industri tekstil. (panbrotherstbk.com)

Solopos.com, SOLO – Industri tekstil lokal yang sedang terpukul juga berpengaruh terhadap saham emiten tekstil. Dalam pantauan Solopos.com, Kamis (12/10/2023), di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), sejumlah saham perusahaan tekstil nampak turun secara year on year (yoy).

Seperti PT Indo Rama Synthetic Tbk. dengan kode INDR, nilai saham mereka turun nyaris 50 persen, dengan harga saham per lembar Rp6.500 per lembar di 2022, turun menjadi Rp3.490 per lembar di 2023. Selain itu ada PT Argo Pantes Tbk. yang nilai per lembar sahamnya turun 30 persen secara yoy.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Dari 25 perusahaan tekstil yang melepas penawaran saham di lantai bursa, ada dua perusahaan yang memiliki pabrik di Solo. Kedua perusahaan tersebut adalah Sri Rejeki Isman atau Sritex dengan kode emiten SRIL yang saat ini delisting dan PT Pan Brothers Tbk dengan kode PBRX yang mengalami penurunan nilai per lembar 30 persen.

Menurut Sekretaris Apindo Kota Solo, Sri Saptono Basuki, banyak yang pertimbangan perusahaan sebelum memutuskan melantai di bursa saham. Ia juga menilai, saham tersebut tidak berpengaruh besar terhadap pendapatan sebuah perusahaan.

“Banyak aspek yg dipertimbangkan sebelum ke bursa saham. Kalau terkait pendapatan, yang penting itu kualitas produk, varian produk, kondisi pasar, teknologi dan mesin, selain itu produktivitas tenaga kerja. Kalau perusahaan tekstil sudah banyak yang terdaftar di BEI seperti Pan Broteher dan beberapa di Karanganyar, di Jawa Barat lebih banyak lagi,” ulasnya kepada Solopos.com, Jumat (13/10/2023).

Sedangkan Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Bhimo Rizky Samudro, menilai adanya perusahaan tekstil yang go public melalui Initial Public Offering (IPO) bisa memberikan suntikan dana sekaligus membantu keuangan. “Ada satu diskusi memang pengembangan industri tekstil jika tidak dibantu pemerintah bisa di-support lewat IPO atau go public agar menambah dana bagi pengembangan tekonologi jadi bisa lebih efisien dan bersaing,” ucapnya.

Meski begitu, Bhimo menilai pelaku industri tekstil juga harus berbenah agar bisa meyakinkan investor. Menurutnya, saat ini investor melihat secara utuh industri tekstil dan menilai potensi keuntungan di kemudian hari.

“Yang saya garis bawahi di sini, ketika orang melakukan investasi itu berdasarkan perhitungan dari makro ekonomi, finansial dan eksternal. Jadi tidak hanya sekadar orang membeli saham tekstil, tidak serta merta industri tekstil itu ketika melantai di bursa saham itu bisa membuat mereka besar dan bersaing dengan industri dari luar negeri,” kata dia.

Bhimo menilai, saat ini investor butuh diyakinkan agar mau berinvestasi di perusahaan tekstil. Salah satunya dengan melihat industri tekstil merespon kondisi global dan permintaan pasar saat ini.

“Jadi kita bisa melihat dulu apakah industri tekstil ini layak diinvestasikan. Return of Interest (ROI) nya meyakinkan bagi para investor, para pemegang saham agar berada dalam saham tekstil. Ini yang harus jadi pertimbangan, garansi apa yang  diberikan kepada investor ini. Yang harus dilihat faktor eksternalnya, apakah perusahaan tekstil bisa merespon permintaan publik atau makto ekonomi,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya