SOLOPOS.COM - Warga antre membeli jajanan di salah satu stan kuliner Night Market Ngarsopuro di Jl. Bhayangkara, Sriwedari, Solo, Sabtu (16/7/2022) malam. (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Tingkat lama menginap atau length of stay wisatawan masih menjadi pekerjaan rumah di sektor pariwisata Solo. Perlu ada penambahan atraksi malam untuk lebih menggaet wisatawan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, Ratna Setyowati, menjelaskan rata-rata lama menginap tamu hotel bintang pada April 2024 tercatat sebesar 1,37 hari. Catatan ini tidak mengalami perubahan dibanding Maret 2024 yang juga tercatat sebesar 1,37 hari.

Promosi Telkom Dukung Startup untuk Berkontribusi dalam Pengembangan IKN

Sedangkan lama menginap di hotel nonbintang tercatat sebesar 1,11 hari, menurun 0,02 poin dibandingkan Maret 2024 yang tercatat sebesar 1,13 hari.

Lebih lanjut, Ratna menjelaskan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang di Solo pada April 2024 tercatat sebesar 52,4%, naik sebesar 14,01 poin dibanding TPK Maret 2024 yang tercatat sebesar 38,45%.

Untuk TPK hotel nonbintang tercatat sebesar 30,08%, mengalami kenaikan 5,79 poin dibanding TPK bulan Maret 2024 yang tercatat sebesar 24,29%.

“TPK tertinggi tercatat sebesar 58,50% terjadi pada hotel bintang 4 dan bintang 5, sedangkan TPK terendah terjadi pada hotel bintang 1 yang mencapai 44,06%,” kata Ratna saat merilis di Aula BPS Solo, Selasa (4/6/2024).

Humas Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) BPC Solo, Wening Damayanti, menyebut length of stay masih menjadi tantangan pariwisata di Solo. Menurut dia, salah satu cara untuk meningkatkan length of stay adalah dengan mendorong tumbuhnya atraksi malam.

“Wayang Orang Sriwedari sudah mulai naik lagi, jadi mulai ada perhatian wisatawan agar menghabiskan satu malam lagi di Solo untuk bisa melihat itu. Saya rasa ini sebuah tanda yang bagus, kenapa tidak ditambah? Untuk menambah length of stay, tidak hanya 1,3 hari, kalau bisa ditambah, akan jauh lebih baik dan akan berbanding lurus dengan hotel yang ada di Solo,” terang Wening saat dihubungi Solopos.com, Kamis (6/6/2024).

Wening menilai ada periode tertentu saat Kota Solo ramai event nasional. Limpahan tamu yang datang juga harus disokong dengan hotel di luar Solo.

“Contohnya pada momen Dekranas ke-44 kemarin itu sampai beberapa hotel yang di Boyolali itu juga full saking banyaknya peserta. Dan Solo tidak bisa menampung banyaknya peserta,” tambah dia.

Event Skala Nasional

Hotel bintang 4 dan bintang 5 jadi favorit rujukan kepala daerah saat event nasional digelar, sedangkan hotel dengan standar tersebut masih sangat terbatas.

“Tetapi dalam hal ini juga harus dikaji ulang, kebutuhannya seberapa besar? Yang pertama adalah apakah event skala nasional dengan tamu sebesar itu akan terselenggara lagi  di Solo, dan dalam satu tahun itu ada berapa event yang bisa terselenggara di Solo,” paparnya.

Oleh sebab itu, menurut Wening kebutuhan penambahan hotel berbintang di Solo masih perlu dikaji ulang. Dia menyebut satu event nasional belum bisa menjadi tolok ukur. Karena jika terlalu ketat, maka yang akan terjadi kompetisi yang tidak sehat. Termasuk dalam penetapan pricing policy untuk masing-masing hotel.

Maka, sambung dia, perlu ada kolaborasi dari stakeholders pariwisata dan pemerintah untuk memikirkan cara menarik wisatawan dan bukan hanya datang dari event berskala nasional.

Langkah ini bisa dilakukan dengan cara menambah fasilitas dan atraksi. Misalnya ada hotel-hotel baru yang akan bermunculan bisa menghadirkan daya tarik berbeda.

“Ada banyak kekhawatiran kalau tidak disiapkan dengan lebih detail dan lebih baik. Sehingga harus dikaji ulang terlebih dahulu,” ujar Wening.

Pihaknya mencatat ada 17 hotel bintang 4 dan lima hotel bintang 5 yang menjadi bagian dari PHRI Solo. Wening menyambut baik adanya pertumbuhan hotel di Kota Bengawan, misalnya di Jl. Slamet Riyadi. Hal ini mencerminkan Kota Solo masih diminati oleh investor dan memicu pertumbuhan ekonomi.

“Kalau investor masih berbondong-bondong masuk ke Solo, berarti tandanya perekonomian masih berjalan dengan baik di Solo. Harapan kami dengan hotel baru ini fasilitas yang ada di Solo kemudian pariwisata akan berkembang,” kata dia.

Tol Trans Jawa

Senada, Kepala Bidang (Kabid) Destinasi dan Pemasaran Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo, Gembong Hadiwibowo menyebut perlu ada penambahan atraksi malam di Solo.

Menurut Gembong, dengan adanya Tol Trans Jawa yang melalui Kota Solo makin memudahkan wisatawan untuk datang di Kota Bengawan.

“Akan tetapi kemudahan menjangkau tersebut memungkinkan menurunkan lama tinggal wisatawan termasuk tingkat hunian. Untuk itu perlu adanya penambahan atraksi terutama malam hari sehingga wisatawan menginap,” ujarnya.

Pihaknya terus meningkatkan lama menginap dan tingkat hunian dengan berbagai cara. Misalnya dengan adanya Ngarsopuro Night Market dan Solo is Solo yang digelar setiap akhir pekan.

Pemkot Solo juga meningkatkan kualitas pertunjukan Wayang Orang Sriwedari dengan menambah durasi event, dan membawa meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) tingkat nasional ke Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya