SOLOPOS.COM - Direktur RS UNS, Prof. Hartono (tengah); Kepala KSM Jantung dan Pembuluh Darah RS UNS, Habibie Arifianto (kiri), dan Founder dan PIC Klinik Gagal Jantung RS UNS, Irnizarifka, menyampaikan keterangan terkait penghargaan dari American Heart Association untuk Klinik Gagal Jantung RS UNS, Kamis (30/5/2024). (Solopos.com/Bayu Jatmiko Adi)

Solopos.com, SUKOHARJO–Meski penanganan yang dilakukan di Klinik Gagal Jantung Rumah Sakit (RS) UNS dilakukan dengan standar internasional, pihak RS UNS memastikan layanan di klinik tersebut tetap dikover oleh BPJS Kesehatan.

Dengan begitu, masyarakat diharapkan tidak perlu khawatir dan bisa mengakses untuk mendapatkan pelayanan terkait keluhan gagal jantung yang dialami.

Promosi Tingkatkan Konektivitas Data Center, Telin dan SingTel Kembangkan SKKL

Direktur RS UNS, Prof. Hartono, menyampaikan saat ini rumah sakit yang fokus menangani gagal jantung belum banyak di Indonesia. Secara investasi, penyediaan klinik gagal jantung juga bisa dikatakan besar.

Sebab selain SDM, juga harus didukung dengan peralatan yang memadai. Bahkan menurutnya, kebutuhan SDM bukan hanya memerlukan dokter spesialis jantung tapi juga tenaga subspesialis guna mendukung pelayanan.

RS UNS melihat dengan belum banyaknya rumah sakit yang memiliki pelayanan khusus gagal jantung, maka sejak 2017 mulai menyiapkan klinik gagal jantung. Terlebih menurutnya kasus gagal jantung di masyarakat juga cukup banyak.

Selanjutnya pada 2019, Klinik Gagal Jantung RS UNS mulai diresmikan dan dioperasionalkan.

Dia juga menjelaskan penanganan gagal jantung di Klinik Gagal Jantung RS UNS telah dikover BPJS Kesehatan. Dengan begitu dia berharap masyarakat yang memiliki keluhan gagal jantung tidak ragu untuk datang guna mendapatkan penanganan di klinik tersebut.

“Istilahnya mulai pemeriksaan, obat, pemeriksaan penunjang, semua dikover BPJS [Kesehatan]. Apalagi kami sebagai Rumah Sakit Pendidikan, sebisa mungkin menjauhi dari pemikiran untung rugi. Ya sudah, ini bagian dari proses layanan dan proses pendidikan. Kami juga meminta kepada teman-teman [tim kesehatan] untuk berikan layanan yang terbaik kepada masyarakat,” jelas dia kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).

Dia menyampaikan untuk layanan CT Scan, kateterisasi, elektrofisiologi, dan lainnya sudah terkover BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk layanan MRI, saat ini juga sedang proses untuk dikerjasamakan dengan BPJS Kesehatan, sehingga nantinya diharapkan juga bisa terkover.

Sebab untuk sekali pemeriksaan menggunakan MRI, biayanya cukup mahal. Hanya, memang masih ada sebagian kasus yang belum tertangani dengan BPJS, karena berkaitan dengan regulasi di mana RS UNS masih merupakan rumah sakit tipe C.

“Karena di Permenkes, ada beberapa kasus yang kami belum bisa melayani dengan BPJS, sebab tipe C, yaitu seperti pemasangan pacu jantung permanen. Sebenarnya kami juga mampu melakukan,” jelasnya.

Sementara itu mengenai kasus gagal jantung di Soloraya, secara pasti belum ada data. Namun jika dilihat dari jumlah pasien gangguan jantung yang masuk di RS UNS, ada sedikitnya 80-100 pasien yang dirawat setiap harinya. Dari jumlah itu sekitar 10-15 pasien di antaranya adalah pasien gagal jantung.

Kepala KSM Jantung dan Pembuluh Darah RS UNS, Habibie Arifianto, menjelaskan dari data yang ada, mulai 2017-2022, jumlah pasien gagal jantung di RS UNS sekitar 1.200 pasien.

Saat ini Klinik Gagal Jantung RS UNS terus berupaya untuk memberikan pelayanan optimal kepada setiap pasien gagal jantung yang datang.

“Dulu saya dan dr. Nizar [Founder dan PIC Klinik Gagal Jantung RS UNS, Irnizarifka] punya cita-cita untuk bagaimana membuat Solo aman dari pasien gagal jantung. Artinya ketika ada pasien gagal jantung itu dimasukkan ke RS UNS, kami bisa memberikan suatu save zone, jadi tidak perlu khawatir karena semua sudah kami standardisasi,” kata dia.

Standardisasi tersebut mencakup semuanya, termasuk obat yang diberikan dengan dosis optimal. Sebab dengan obat dengan dosis yang optimal tersebut bisa membantu pasien menjalani sisa hidupnya bahkan bisa mengalami perbaikan dalam beberapa kasus.

Di RS UNS saat ini juga telah dilengkapi alat pendukung, seperti CT Scan, MRI dan lainnya. Tersedia pula penanganan gangguan irama jantung. Sebab menurutnya 60%-80% pasien gagal jantung akan meninggal akibat henti jantung mendadak karena gangguan irama yang berat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya