SOLOPOS.COM - Ilustrasi provider Internet. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memburu oknum-oknum yang menjual kembali layanan Internet tanpa izin atau RT/RW Net ilegal.

Pada 2023 hingga Maret 2024, Kemenkominfo menyebut telah menertibkan sekitar 150 oknum yang melakukan aksi ini. Sanksinya teguran hingga pidana.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Wayan Toni Supriyanto mengatakan penertiban dilakukan baik berdasarkan laporan informasi dari masyarakat ataupun temuan dari tim di kementerian. Sesuai dengan aturan yang berlaku, pemerintah akan memberikan surat perintah penghentian pelanggaran yang paling sedikit memuat pasal yang dilanggar, ancaman sanksi, batas waktu dan perintah untuk menghentikan kegiatan yang melanggar ketentuan.

Dalam hal pelaku usaha ilegal tidak mengindahkan surat tersebut, Kemenkominfo akan melakukan tindakan penghentian sementara kegiatan berusaha, pemutusan akses dan/atau daya paksa polisional untuk menghentikan pelanggaran tersebut.

“Upaya penyidikan tindak pidana akan dilakukan apabila pelaku usaha tidak mengindahkan upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh tim Kominfo,” kata Wayan kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Selain melakukan penertiban, Kemenkominfo juga selalu memberikan dukungan kepada penyidik Polri yang memiliki juga kewenangan dan sedang menangani tindak pidana penjualan akses internet ilegal.

“Sejak tahun 2023 hingga hari ini Kominfo telah menangani 150 pelaku usaha jasa akses internet ilegal,” kata Wayan. Wayan mengatakan regulasi penindakan RT/RW Net ilegal sudah dibuat sejak tahun 2000-an dan masih terus dilakukan.

Merujuk pada laman resmi Direktorat Jenderal Penyelengara Pos dan Informatika Kemenkominfo, ketentuan menjual kembali layanan internet tertuang pada Permen Kominfono.13/2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan No.3/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Sistem Transaksi Elektronik.

Kegiatan reseller hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat, yakni dengan memperoleh Sertifikat Standar Jasa Jual Kembali Jasa Telekomunikasi (KBLI 61994) melalui oss.go.id.

Kemudian, peraturan tersebut juga menyebut bahwa kegiatan penjualan kembali dilakukan dengan cara menggunakan merek dagang dan dapat menambahkan merek dagang perusahaan reseller (co branding).

Selain itu, harus memenuhi ketentuan standar kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang telah dikomitmenkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. Dalam hal pencatatan, harus dilakukan terpisah atas seluruh pendapatan jasa jual kembali dan melaporkannya kepada penyelenggara jasa telekomunikasi. Kemudian, penagihan (billing) mencantumkan merek dagang penyelenggara jasa telekomunikasi.

“Menggunakan alamat IP dan AS Number milik penyelenggara jasa telekomunikasi dan melaksanakan ketentuan sesuai perjanjian kerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi,” tulis dalam peraturan tersebut.

Reseller internet yang resmi juga harus menyampaikan komitmen yang berupa kerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi; pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan filtering konten negatif antara lain: pornografi, perjudian, dan kekerasan; serta pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Makin Marak

Praktik jual kembali layanan internet rumah tanpa izin memang kian marak di rusun hingga perumahan. Harga layanan yang lebih murah dan keengganan berlangganan layanan seluler menjadi alasan pengguna memakai jasa RT/RW Net ilegal ini.

Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan dirinya pernah melakukan penelusuran terkait RT/RW Net ilegal.

Hasilnya, ditemukan bahwa praktik ini terjadi di beberapa rusun di Jakarta. Warga memilih berlangganan RT/RW Net karena secara harga lebih murah dibandingkan harus berlangganan langsung ke penyedia jasa internet resmi.

Ian mengatakan alasan rusun menjadi tempat yang subur terhadap layanan ilegal ini karena di dalam satu bangunan, terdapat banyak rumah tangga. Penghuni rusun juga sebagain merupakan kalangan ekonomi menengah ke bawah, sehingga tergiur dengan internet murah yang ditawarkan oleh pelaku penjual kembali layanan internet tanpa izin.

Sebagai gambaran, jika pengguna utama berlangganan paket seharga Rp250.000 untuk 50 Mbps, dan dijual lagi kepada pengguna lain seharga Rp100.000 per 10 Mbps. Namun, dia mengingatkan menjual kembali layanan internet tanpa izin adalah perbuatan melanggar hukum.

“Kenapa di rusun, karena dia berkumpul dalam satu bangunan. Kalau di perkampungan harus menarik kabel panjang,” kata Ian.

Sementara itu, berdasarkan penulusuran Bisnis, praktik ini juga terjadi di salah satu perkampungan di Jakarta Selatan. Bukan rusun, melainkan perumahan.

Pii, bukan nama sebenarnya, mengaku menggunakan layanan internet rumah dengan harga murah karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membeli pulsa seluler.

Pii tidak mengetahui apakah Internet yang dipakai ilegal atau tidak, tetapi dia tahu jika penjual yang menawarkan layanan Internet tersebut kepada dirinya turut menjajaki kepada pelanggan lain.

“Jadi ketika ditawarkan dulu, dia [penjual] bilang mending pakai ini saja agar tidak beli pulsa lagi. Ada 3-4 orang yang juga langganan sama dia,” kata Pii.

Dia mengaku setiap bulan membayar Rp100.000 kepada penjual layanan Internet rumah murah, yang berada tepat di depan rumahnya. Biaya tersebut tidak termasuk biaya instalasi pada awal-awal pemasangan yang sebesar Rp200.000.



Dia mengaku telah berlangganan Internet rumah murah itu selama 2 tahun. Jaringan yang dipakai adalah layanan milik First Media, yang saat ini telah tergabung di XL Axiata.

Sebelumnya, Senior Manager Marketing Biznet Adrianto Sulistyo mengatakan dalam beberapa tahun terakhir perusahaan menemukan adanya tren pemakaian tak wajar, yang terjadi di sejumlah lokasi. Trafik data di wilayah tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Anomali trafik itu terus meningkat setiap tahunnya. Biznet kemudian melakukan penelusuran dan menemukan adanya praktik ilegal dengan menjual kembali layanan yang dibeli pelanggan kepada pelanggan lainnya.

“Tadinya sedikit tetapi lama-kelamaan angkanya meningkat. Jumlahnya tidak terlalu signifikan terhadap total pelanggan Biznet, tetapi terus bertambah. Ini kami khawatirkan menjadi kebiasaan,” kata Adrianto, Kamis (21/3/2024).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya