Bisnis
Senin, 27 Maret 2023 - 15:36 WIB

Laris saat Ramadan, Produksi Nata De Coco di Sragen Ini Capai 350 Kg/Hari

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Produk nata de coco dari merek Yaco Prima Jawa Sragen, milik Sri Rahayu. (Istimewa/Sri Rahayu).

Solopos.com, SOLO — Pelengkap hidangan penutup dengan warna putih dan bertekstur kenyal atau dikenal sebagai nata de coco menjadi salah satu produk yang laris manis saat Ramadan 2023.

Bahkan salah satu produsen nata de coco mampu memproduksi hingga 350 kilogram per hari.

Advertisement

Salah satu produsen nata de coco asal Sragen, Sri Rahayu mengatakan dalam sehari ia mengolah 400 liter air kelapa menjadi 350 kilogram. Nata de coco miliknya ia jual dengan merek Yaco Prima Jaya.

Produk miliknya dijual dengan kemasan setengah kilogram, dengan varian tawar Rp5.000/kemasan, dan varian manis Rp18.000/kemasan.

Advertisement

Produk miliknya dijual dengan kemasan setengah kilogram, dengan varian tawar Rp5.000/kemasan, dan varian manis Rp18.000/kemasan.

Selama Ramadan, Sri mengaku omzet penjualan nata de coco miliknya meningkat, sebab permintaan nata de coco cenderung meroket.

“Kalau produksi selama Ramadan sebenarnya sama, kami setiap hari produksi 400 liter air kelapa menjadi 350 kilogram. Kalau enggak pas Ramadan biasanya kami kirim ke pabrik. Tapi kalau Ramadan kami kemas sendiri, mungkin meningkat di pendapatan cuma kalau produksi masih tetap sama,” papar Sri saat dihubungi Solopos.com pada Senin (27/3/2023).

Advertisement

Sri memproduksi nata de coco ini sejak 1998, setelah ia lulus SMK berbekal pengalamannya waktu magang atau pelatihan kerja lapangan (PKL) di Jember.

Karena ia melihat potensi olahan air kelapa ini cukup besar di sekitar rumahnya di Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen.

“Awal merintis dulu karena banyaknya limbah air kelapa yang tidak termanfaatkan, itu nanti kalau dalam jumlah besar dapat menganggu lingkungan, terus waktu itu saya belajar bikin nata de coco,” terang Sri.

Advertisement

Sejak 1998, Sri mengaku perkembangan usaha naik turun, namun ia tidak pernah berhenti produksi, yang penting adalah usaha berjalan secara kontinu.

“Waktu 1998 itu proses babat alas, sekarang ada media online mudah, kalau waktu itu saya buka jalan sekitar sembilan tahun. Awal promosinya saya bikin sedikit-sedikit, seperti es kucir yang dijual Rp80 nitip di warung jadi Rp100. Kemudian saya keliling juga, jual dikemas dalam gelas,” ujar Sri.

Usahanya mulai berkembang pda 2006, karena mengikuti pelatihan di Bogor. Peserta pelatihan tersebut berjumlah 20 orang dari seluruh Indonesia. Kemudian ada salah satu rekannya yang membutuhkan nata de coco untuk dijual kembali.

Advertisement

Tahun selanjutnya, ia mulai mengirim produk nata de coco mentah ke Sidoharjo, Malang, dan Ponorogo. Berbekal promosi mulut ke mulut dan kepercayaan membuat produknya makin laris manis.

Selain memasok beberapa pabrik, ia juga membuat nata de coco dalam kemasan gelas untuk dijual ke pasar. Meski saat ini Sri menggunakan media sosial menurutnya promosi melalui media sosial ini kurang maksimal karena ia jarang mendapat pesanan dari sana.

Selain nata de coco, Sri mulai mengembangkan beberapa produk, misalnya produk olahan singkong, olahan daun kelor, dan minuman tradisional.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif