Bisnis
Selasa, 4 April 2023 - 22:10 WIB

Kronologi Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Batangan Senilai Rp189 Triliun

Newswire  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pencucian uang. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) impor emas batangan di Bea Cukai senilai Rp189 triliun berawal dari kegiatan ekspor.

Mencuat kasus tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, di Jakarta, Rabu (29/3/2023). Mahfud Md yang mengungkap adanya dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dengan 15 entitas senilai Rp189 triliun atas impor emas batangan.

Advertisement

“Ekspor yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q dan tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam akun twitter resminya @prastow, seperti dikutip di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan, pada Januari 2016, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta (KPU BC Soetta) melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan. Kala itu, PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai perhiasan bekas, namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-ray sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

Advertisement

Ia menuturkan, pada Januari 2016, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta (KPU BC Soetta) melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan. Kala itu, PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai perhiasan bekas, namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-ray sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

Saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan, seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.

Prastowo menjelaskan, ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui mesin X-ray, seolah yang akan diekspor merupakan perhiasan. Dengan demikian, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.

Advertisement

“Hal tersebut memang modus PT Q mengaku sebagai produsen gold jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor,” katanya pula.

Setelah dinyatakan P-21, ujar Prastowo, atas perkara PT Q dilakukan persidangan dengan hasil putusan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Oleh karenanya, jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi yang menyatakan PT Q terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Namun, PT Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang menyatakan PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Sejalan dengan penanganan perkara PT Q tersebut, ia mengungkapkan Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai, penelitian administrasi perpajakan oleh Ditjen Pajak, serta penyelidikan dugaan TPPU.

Advertisement

Berdasarkan kasus PT Q serta penemuan kesamaan modus, PPATK menyampaikan surat rekomendasi kepada Bea Cukai berisi Informasi Hasil Pemeriksaan (IHP) atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas meliputi sembilan wajib pajak badan dan lima wajib pajak orang pribadi, dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 triliun.

Ditjen Bea Cukai kemudian menindaklanjuti surat rekomendasi tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan. Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan serta divonis, namun kalah di tingkat PK, kata Prastowo, maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat rekomendasi PPATK disampaikan ke Ditjen Pajak.

Data di surat rekomendasi tersebut dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 miliar, serta berhasil mencegah restitusi lebih bayar Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp1,58 miliar.

Advertisement

Oleh karenanya, ia menegaskan Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan. “Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum lain, tentu dalam arahan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal,” kata Prastowo menegaskan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif