SOLOPOS.COM - Ada sejumlah perbedaan antara IMF dan Bank Dunia. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA—Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva meminta 190 negara anggota untuk bersiap-siap menghadapi “badai hebat” krisis ekonomi global yang sudah ada depan mata. Pernyataan tersebut diungkapkan Kristalia saat menutup pertemuana tahunan atau IMF Annual Meetings 2022 di Washington D.C., Amerika Serikat, Sabtu (15/10/2022).

“Kencangkan ikat pinggang dan terus berjalan,” ujar Kristalina seperti dilansir Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) dari Bloomberg, Senin (17/10/2022).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Dikutip dari World Economic Outlook 2022, IMF memangkas perkiraan atau outlook pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi 2,7%. Perkiraan tersebut turun dari 2,9% pada Juli 2022 dan 3,8% pada Januari 2022.

Baca Juga Konjen China: Kunjungan Presiden Jokowi Jadi Pelopor

IMF menilai dua tahun pandemi Covid-19 yang diikuti meletusnya perang Rusia vs Ukraina berdampak signifikan pada penurunan aktivitas perdagangan global hingga turbulensi pasar keuangan. Sekarang, kata IMF, krisis biaya hidup mengancam masyarakat dunia dimana kelompok paling rentan terkena dampak paling parah.

Kondisi tersebut kian memburuk lantaran munculnya ancaman krisis pangan global di berbagai belahan dunia. Meski pembuat kebijakan sudah merespons, inflasi tertinggi justru terjadi selama beberapa dekade.

Selain itu, ujar IMF, pengetatan pasar keuangan, meningkatnya kerawanan energi, gangguan aliran modal, dan tingkat utang yang tinggi menunjukkan kesulitan dan periode yang tidak pasti di masa depan. “Kita harus siap menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China,” ujar Kristalina.

Baca Juga Xi Jinping dan Putin Gelar KTT Bersama Pemimpin Asia

Bunga The Fed

Turunnya prospek ekonomi global dari IMF merupakan peringatakan bahwa upaya bank sentral untuk mendinginkan inflasi dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar. Salah satu alasannya karena suku bunga yang lebih tinggi memperlambat aktivitas bisnis dan merugikan ekonomi.

Meskipun sikap hawkish The Fed dan bank sentral negara maju dipandang sebagai pertukaran yang diperlukan untuk mengendalikan harga. “Orang-orang mengharapkan bank sentral untuk terus menekan rem sampai sesuatu benar-benar pecah dalam ekspansi. Risiko terbesar tetap merupakan resesi yang diinduksi bank sentral,” tulis ekonom di JPMorgan Chase & Co beberapa waktu lalu.

Kenaikan suku bunga The Fed telah membantu memacu lonjakan nilai dolar AS, yang menghukum negara-negara lain dengan menaikkan biaya impor mereka dan menaikkan inflasi. Hal tersebut memicu siklus pengetatan mereka sendiri.

Baca Juga Xi Jinping Terpilih Lagi, Parlemen China Hapus Batas Masa Kepemimpinan

Itu membuat pejabat The Fed mendengar rentetan kekhawatiran terus-menerus dari negara lain tentang dolar AS yang terus menguat, meskipun bank sentral AS tampaknya akan meningkatkan suku bunga acuan. “Semua orang tampak sangat khawatir. Beberapa orang mengatakan bank sentral perlu memiliki hati. Ingat bahwa di balik setiap kenaikan suku bunga ada orang lain yang menderita,” kata menteri ekonomi Brasil Paulo Guedes.

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Bos IMF Minta 190 Negara “Kencangkan Ikat Pinggang”, Krisis di Depan Mata!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya