SOLOPOS.COM - Ilustrasi angkutan umum (Freepik)

Solopos.com, SOLO  — Angkutan massal dinilai sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi setiap kota, namun yang terjadi saat ini justru krisis angkutan umum di kota-kota besar kian memprihatinkan.

Keberadaan angkutan umum yang nyaman dan aman serta representatif diharapkan bisa meningkatkan kenyamanan masyarakat dalam beraktivitas. Namun saat ini justru terjadi krisis angkutan umum yang harus segera mendapat perhatian bersama.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menyampaikan saat ini secara nasional Indonesia tengah mengalami krisis angkutan umum.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS),  dia menyebutkan proporsi jenis kendaraan di Indonesia tahun 2021 total sekitar 141.992.573 unit kendaraan. Jumlah itu terdiri dari 120.042.298 unit sepeda motor (84,5%), mobil penumpang 16.413.348 unit (11,6%), 5.299.361 unit mobil barang (3,7%) dan sisanya 257.565 unit bus (0,2%).

“Sudah pasti jumlah angkutan perkotaan kurang dari 0,2%, lantaran masih ada angkutan umum antar kota antar provinsi [AKAP], angkutan umum antar kota dalam provinsi [AKDP] dan angkutan perdesaan yang populasinya sangat minim,” jelas dia, Senin (12/6/2023).

Berdasarkan data tersebut, menurutnya populasi angkutan umum sangat minim. Sepeda motor justru memiliki populasi terbesar. Dia mengatakan hal itu sudah barang tentu akan menyedot penggunaan bahan bakar minyak yang jauh lebih banyak. Di sisi lain, Indonesia mengimpor BBM lebih dari 50% kebutuhan nasional. Belum lagi angka kecelakaan lalu lintas yang ditimbulkannya.

“Untuk menangani krisis angkutan umum perlu komitmen pemerintah dari pusat hingga daerah,” sambungnya.

Di sisi lain menurutnya saat ini, DKI Jakarta merupakan daerah yang dinilai paling representatif sebagai contoh bagi kota-kota lain di Indonesia dalam hal pengembangan alat transportasi umum. Ibu kota memiliki BRT Trans Jakarta yang telah terhubung angkutan feeder sebagai angkutan pengumpan serta dukungan kerja sama dari moda lain seperti KCI, MRT, LRT, kereta cepat yang terkoneksi atau terintegrasi.

Data dari PT Trans Jakarta pada Mei 2023, saat ini Trans Jakarta memiliki 394,4 km panjang koridor dan 2.326,3 km non koridor. Dilayani oleh 19 operator dengan 4.265 armada, terdiri 167 articulated bus, 934 single bus, 293 maxi bus, 289 low entry bus, 107 medium bus, 2.419 micro bus, 28 double decker bus, 30 low entry bus EV, 100 royal trans, dan 26 Transjakarta cares. Terdapat 232 rute dengan 13 rute utama (busway) dan 8 tipe layanan. Cakupan layanan Transjakarta tahun 2004, cakupan populasi terlayani 1,8%, tahun 2006 ada 2,1%, tahun 2007 ada 12,8%, kemudian hingga 2022 ada sekitar 88,2%.

Djoko juga menyampaikan data dari PT Surveyor Indonesia sebagai manajemen pengelola Program Pembelian Layanan (Buy the Service/BTS) di 10 kota, sejak 1 Januari 2022 hingga 18 Mei 2023 sudah mengangkut 42.920.645 penumpang dengan tingkat isian (load factor) 48%.

Tingkat isian pada triwulan 1 tahun 2023 untuk Trans Metro Deli (Medan) sebesar 39,08%, Trans Musi Jaya di Palembang (23,71%), Bati Solo Trans di Surakarta (35,38%), Trans Jogja di Jogjakarta (46,68%), Trans Metro Dewata di Denpasar (31,88%), Trans Metro Pasundan di Bandung (50,78%), Trans Banyumas di Purwokerto (63,71%), Trans Semanggi di Surabaya (39,19%), Trans Mamminasata di Makassar (34,75%) dan Trans Banjarbakula di Banjarmasin (50,85%).

Menurutnya menjadi tugas semua pihak dalam mendukung perpindahan dari kenyamanan penggunaan angkutan pribadi menuju angkutan massal. “Kini kebutuhan transportasi tidak sebatas ramah dan nyaman, tetapi juga harus berkelanjutan dan mempermudah perpindahan dari satu moda ke moda lain [integrasi antarmoda] dan mendukung konektivitas antar titik CBD,” jelas dia.

Menurut Djoko ada beberapa strategi yang bisa dijalankan pemerintah untuk mendukung upaya tersebut. Dari pemerintah pusat, strategi tersebut bisa berupa subsidi angkutan baik sarana maupun prasarana, subsidi angkutan berupa biaya operasional (BTS), dan lisensi operator serta sanksi kepada operator yang melanggar standar pelayanan.

Sedangkan di tingkat pemerintah daerah bisa berupa analisis jaringan angkutan pengumpan (feeder), kebijakan ganjil genap, bus priority melalui area traffic control system, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, pengaturan ruang jalan, pembatasan waktu kendaraan yang masuk ke kawasan tertentu, biaya parkir yang mahal, masuk berbayar di jalan protokol (Electronic Road Pricing), mewajibkan ASN pemda menggunakan angkutan umum saat bekerja, mengajak pelajar dan mahasiswa menggunakan angkutan umum.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya