SOLOPOS.COM - Pemilik Sepatu Warrior Indonesia, Wahyu Wiji Nugroho. (Istimewa/dok. Wahyu Wiji Nugroho).

Solopos.com, SOLO — Produk asli Indonesia atau lokal saat ini mulai digandrungi oleh anak muda. Harga terjangkau dan rasa bangga terhadap produk lokal menjadi salah satu alasan produk lokal seperti sepatu Warrior kian diminati.

Salah satunya adalah produk sepatu lokal, Warrior. Pemilik Sepatu Warrior Indonesia, Wahyu Wiji Nugroho menguraikan bahwa ia merintis usaha sepatu pada 2013. Awalnya, ia mencoba untuk membangkitkan nostalgia tentang Sepatu Warrior yang sempat meredup di Indonesia setelah reformasi pada 1998.

Promosi NeutraDC Hadir sebagai AI Enabler di Indonesia Cloud & Datacenter Convention

Setelah berhasil re-branding sepatu merek Warrior, ia memberanikan diri untuk membuat merek yang berdampingan yaitu Warrior Pro. Warrior Pro merupakan sepatu Warrior dengan tipe material yang diklaim lebih baik dari sepatu Warrior biasa. Dengan perbedaan material ini tentu juga berpengaruh dengan harga.

Wiji, sapaan akrabnya, menjelaskan untuk menggaet konsumen, awalnya ia hanya fokus berjualan di online seperti di marketplace, Toko Bagus dan OLX. Kemudian merambah ke Facebook dan Instagram dan saat ini ia mulai merambah marketplace lainnya.

Wiji menuturkan penjualan online sejauh ini lebih besar dibandingkan dengan offline store. Sebab jangkauan online bisa seluruh Indonesia dan bahkan beberapa kali sampai ke mancanegara.

Saat merintis usaha pada 2013 lalu, sepatu thrift dan tren sepatu lokal belum begitu besar mendominasi pasar. “Pendemi Covid-19 adalah tantangan berat pagi semua pemilik usaha tak terkecuali sepatu Warrior, walaupun sempat turun di trimester pertama namun di bulan berikutnya penjualan mulai membaik meskipun segmentasinya bergeser karena anak sekolah tidak ada yang tatap muka. Penurunan berkisar 70% hingga 80%,” papar Wiji saat dihubungi Solopos.com pada Rabu (22/3/2023).

Ketua Liga Solo ini menguraikan tantangan bagi pengusaha brand lokal, terbagi menjadi tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal berkaitan dengan bagaimana pihaknya mengelola castflow dan bagaimana Wiji mengelola alur produksi dan segala macam prosesnya.

Sementara itu, tantangan eksternal yaitu bagaimana Wiji harus peka terhadap dinamika pasar yang selalu berubah. “Mulai dari media apa yang harus kami pakai untuk iklan dan materi iklan apa yang tepat serta bagaimana kami merespon kompetitor dengan bijak,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini.

Dalam sebulan rata-rata produknya laku 2.000-an sepatu, sementara itu harga sepatu miliknya mulai Rp100.000-an per buah. Sementara itu jenis sepatu yang paling banyak digandrungi adalah model sepatu sekolah hitam putih dan all black.

Hal ini sesuai dengan target pasarnya yaitu anak sekolah. “Sepatu Warrior biasanya dipakai sepatu sekolah, anak SD, SMP, dan SMA. Setelah pendemi berakhir target pasar kembali ke anak sekolah,” ujar dia.

Saat pandemi, Wiji mengaku memperluas target market yang tidak hanya kepada anak sekolah, namun juga anak muda dan pekerja. Wiji menuturkan produk lokal mulai digemari oleh khalayak karena kampanye local pride dan harga yang cukup terjangkau.

“Karena campaign local pride yang kemarin digaungkan oleh dr. Tirta cukup berpengaruh terhadap brand lokal karena orang mulai bangga pakai brand lokal original daripada brand luar KW. Yang kedua mungkin karena harga yang terjangkau,” pungkas Wiji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya