Bisnis
Jumat, 14 Juli 2023 - 21:00 WIB

Kisah Sukses Pemilik Burjo One Way: Dulu Karyawan, Kini Punya 6 Cabang di UMS

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Outlet Burjo One Way 2 di kawasan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo. Foto diambil Jumat (14/7/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Menjamurnya warung makan bubur kacang hijau atau dikenal sebagai Burjo tak lepas dari tangan dingin warga Sunda yang rela merantau di Bumi Mataram. Burjo selalu menjadi primadona mahasiswa terutama di wilayah Yogyakarta dan Solo.

Berdasarkan penelusuran Solopos.com, di kawasan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo, setidaknya puluhan Burjo tersebar.

Advertisement

Misalnya Burjo Ambucuy, Burjo One Way, Burjo Tiara Tara, Warmindo dan Burjo Katineung, Burjo Panoetan, dan lainnya.

Satu hal yang menarik saat mengunjungi Burjo adalah karyawan Burjo yang mayoritas berlogat Sunda. Saat Solopos.com mengunjungi Burjo One Way 2, Jumat (14/7/2023) alunan musik Sunda menyambut mendayu-dayu.

Advertisement

Satu hal yang menarik saat mengunjungi Burjo adalah karyawan Burjo yang mayoritas berlogat Sunda. Saat Solopos.com mengunjungi Burjo One Way 2, Jumat (14/7/2023) alunan musik Sunda menyambut mendayu-dayu.

Pemilik Burjo One Way, Trisyono, 33, menjelaskan saat ini telah mempunyai enam cabang di daerah UMS. Ia juga mempunyai satu cabang di Yogyakarta.

Sebelum merambah ke wilayah tersebut, ia pernah menjajal usaha Burjo di Semarang. Melihat potensi pasar, yaitu wilayah kampus di Solo, ia kemudian memutuskan pindah tempat dan menutup usaha Burjo miliknya di Semarang.

Advertisement

Dalam satu cabang biasanya membutuhkan enam hingga 12 karyawan tergantung ramai tidaknya wilayah tersebut. Trisyono menguraikan mereka yang merantau biasanya memang ingin dan kesulitan mencari pekerjan di daerah asal.

Memang ciri khas Burjo adalah dikelola oleh orang Sunda. Selain itu dulunya Burjo hanya menyediakan menu bubur kacang hijau.

Namun karena kebutuhan konsumen yang berbeda-beda, menu yang dijual Burjo beragam dari olahan mi, nasi goreng, nasi sayur, dan lain-lain. Menu yang dijual mulai Rp7.000 hingga Rp15.000. Satu cabang Burjo miliknya bisa dibilang dikunjungi ratusan orang sehari.

Advertisement

Trisyono berkisah dulunya bentuk Burjo seperti warung Tegal (Warteg) dengan meja dan kursi panjang yang mengelilingi etalase makanan.

Ia kemudian berinovasi membuat tampilan Burjo lebih berbeda dan bisa menggaet mahasiswa yaitu dengan menyedikan Wi-Fi, dan penggunakan meja-meja kecil diserta stopkontak di beberapa sudut.

Ia menjelaskan dari dulu Burjo selalu menyasar di wilayah kampus, berbeda dengan di Yogyakarta yang menurut penuturan setiap gang terdapat Burjo.

Advertisement

Dulunya pada 2017 di kawasan UMS belum banyak terdapat Burjo. Kemudian ia merambah ke wilayah UIN Raden Mas Said.

Sementara itu di wilayah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, menurutnya terkendala pada pemilihan tempat yang tepat. Hal tersebut disebabkan karena topografi wilayah di sana tidak rata.

Sebelum merintis usaha sendiri, ia bekerja sebagai karyawan Burjo sejak 2014 di Solo. Dengan keberanian mengambil risiko akhirnya ia memutuskan untuk membuka sendiri.

Modal yang diperlukan dalam memulai usaha Burjo di luar tempat, adalah Rp30 juta untuk alat dan renovasi. Selain itu untuk belanja bahan masakan harian paling tidak membutuhkan Rp1.500.000 hingga Rp2.000.000.

Persaingan usaha Burjo menurutnya makin ketat, sehingga inovasi harus ia lakukan. Selain mengubah konsep Burjo yang ramah tongkrongan, menu kekinian juga dihadrikan, misalnya french fries.

“Ya, untuk bersaing harus inovasi itu tadi,” ujar Trisyono saat ditemui Solopos.com, pada Jumat.

Ia berkisah warna outlet Burjo memang cenderung merah, kuning, dan hijau. Ia tidak mengetahui alasan secara pasti. Namun hal ini kerap disandingkan dengan menu Indomie yang menjadi andalan.

Pandemi Covid-19 juga membuatnya terpaksa bertahan dengan cara bergabung dengan sistem online delivery food.

Pandemi membuatnya mencoba merambah metode berjualan online. Sebelumnya, ia mengaku tidak tertarik karena merasa cukup berjualan secara offline.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif