SOLOPOS.COM - Pemilik Nutsafir, Sayuk Wibawati memaparkan materinya dalam acara Kunci Informasi dan Teknologi (KIAT) Bogasari 2023 di Alana Hotel & Convention Center, Solo, pada Senin (17/7/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Berawal dari keinginan membuat camilan bergizi untuk anaknya, Sayuk Wibawati melihat potensi sumber daya alam (SDA) pertanian dan perkebunan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia kemudian melirik biji-bijian untuk dikembangkan sebagai produk kue kering yang berkualitas dan bernutrisi. Produk milik Sayuk saat ini dikenal sebagai oleh-oleh khas Lombok.

Ia menjelaskan saat ini 100% mempekerjakan karyawan perempuan agar bisa berperan dalam membantu kesejahteraan perekonomian keluarga. Terdapat sembilan biji-bijian, yaitu kacang hijau, kacang merah, mete, jagung, kopi, melinjo, lebui, kelapa, dan almond.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Pada 2013 merek kue kering miliknya Nutsafir telah bersertifikat halal. Selain itu, perusahaannya terus berinovasi memberikan kualitas makanan terbaik bagi konsumen sehingga ia mendapatkan Sertifikat Bintang Satu Keamanan Pangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan berbagai penghargaan tingkat nasional.

“Perjalanan usaha dimulai ketika pemilik, saya masih ikut proses produksi. Menggunakan oven hock selama dua tahun kemudian mampu membeli oven dengan kapasitas produksi yang lebih besar, tetapi masih manual,” terang Sayuk dalam acara Kunci Informasi dan Teknologi (KIAT) Bogasari 2023 di Alana Hotel & Convention Center, Solo, pada Senin (17/7/2023).

Kemudian pada sepuluh tahun setelah usahanya berjalan, ia mampu membeli mesin-mesin oven digital dengan kapasitas yang lebih besar. Proses produksi dimulai dengan cara memecah biji-bijian untuk menghilangkan kulit ari, sebelum kemudian diproses menjadi tepung biji-bijian.

Kemudian pada tahun ketiga ia menggunakan mesin giling sehingga mengefisiensi waktu. Pada tahun ke sembilan, ia mampu membeli mesin giling biji-bijian dengan kapasitas 300 kilogram (kg) per jam.

“Selama tiga tahun kami membuat adonan dengan tangan manual hingga sering tangan karyawan kram ketika harus produksi banyak. Perbandingan efisiensi waktu dan kapasitas produksi naik 75% ketika kami berhasil membeli mesin pengaduk,” papar Sayuk. Perjalanan usahanya dimulai dari garasi dan halaman rumah sebelum mampu membeli kios sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya