SOLOPOS.COM - Kawasan Rumah Subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di kawasan Teras, Boyolali. Jumat (16/6/2023).(Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Bekerja pada sektor informal dengan kondisi jauh dari standar minimal memiliki risiko tinggi. Misalnya para mitra driver ojek online (ojol) ataupun waiter.

Salah satunya dikisahkan oleh Boby, warga Solo yang mengaku harus menjadi empat mitra aplikator, yaitu Gojek, Grab, Maxim, dan Shopee Food. Ketika bekerja sehari-hari ia harus berlapis jaket dengan warna yang berbeda.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Boby mengaku memilih bergabung di beberapa perusahaan transportasi oleh karena penghasilan yang tidak stabil. Sehingga ketika di salah satu akun sedang sepi, ia juga melayani di aplikator lainnya.

“Semisal Shopee Food baru sepi, maka driver itu juga biasanya hidupin juga aplikasi driver entah Gojek, Grab, atau Maxim. Setidaknya jika salah satu itu sepi, bisa ditutup dengan yang lainnya,” papar Boby saat dihubungi Solopos.com, pada Jumat (16/6/2023).

Ia tidak tergabung sebagai anggota BPJS Kesehatan ataupun BPJS Ketenagakerjaan karena tidak didaftarkan oleh pihak aplikator. Namun pihak aplikator memberikan asuransi perjalanan.

Misalnya ketika sedang mengantarkan pesanan atau penumpang, tiba-tiba di tengah perjalanan ada sesuatu yang tidak inginkan. Ia bisa klaim asuransi tersebut.

“Dengan catatan, sedang on-bid [orderan masuk], akun digunakan atas nama sendiri, kendaraan yang digunakan saat kecelakaan itu sama yang terdaftar pada akun masing-masing. Kalau Grab itu juga beberapa akun yang terpilih, bisa dapet tawaran pinjaman uang juga. Kalau Gojek ada tabungan juga yang dipotong setiap hari,” papar Boby.

Aplikator yang sering ia gunakan yakni Shopee Food. Ketika ramai order, ia biasanya mendapat Rp150.000 sehari, ketika sepi ia hanya mendapat Rp50.000 sehari. Belum dipotong modal ongkos transportasi.

Sepi atau ramai pelanggan yang masuk tergantung pada promo aplikator. Mengingat, pelanggan sering mencari harga yang paling miring.

“Kalau perang tarif itu sendiri sebenernya udah dari lama juga sih. Tapi bagi driver sendiri tidak begitu mempermasalahkan soal itu, soalnya sama-sama cari uang di jalan,” ujar Boby.

Ia berharap tarif antar masing-masing aplikator bisa diperhatikan kembali, terlebih ketika bahan bakar minyak (BBM) tengah naik. Khususnya di Shopee Food karena menurutnya tidak ada kenaikan dibandingkan Gojek dan Grab.

Selain itu untuk masalah penilaian, bagi driver harusnya melihat dari dua sisi. Jadi tidak mengistimewakan sisi konsumen saja. Mengingat, ketika driver dapat penilaian buruk, otomatis juga pesanan yang masuk akan susah.

Boby berkisah pernah mendapatkan ulasan buruk dan penilaian yang jelek dari konsumen tanpa ada pembicaraan hingga diputus mitra oleh Grab. Padahal ia mengaku sudah mengupayakan memberikan pelayanan bagi konsumen sebaik mungkin.

“Kalau bintang itu nanti pengaruhnya pada performa. Terus kalau semisal ada komentar jelek tentang driver juga bakalan terindikasi melakukan pelanggaran. Akibatnya bisa suspend beberapa hari sampai putus mitra, tergantung pelanggarannya,” kata dia.

Pekerja lainnya, Soyan, mengaku bekerja sebagai pelayan salah satu minuman kekinian di Solo. Ia menandatangani kontrak untuk part-time selama tiga bulan, namun di lapangan ia bekerja selama sembilan jam.

Harusnya durasi kerja part-time adalah lima setengah jam, dengan upah Rp32.000. Sementara itu untuk full-time bisa mendapatkan upah Rp40.000. Rekannya yang sudah menjadi karyawan tetap dalam sebulan bisa mendapatkan upah Rp2 juta.

Namun dengan syarat waktu kerja yang lama. Ia juga tidak mengetahui apakah ia didaftarkan sebagai anggota BPJS Kesehatan ataupun BPJS Ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya