SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh pabrik.(Freepik).

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Warga Nogosari, Boyolali, Sulaiman, 27, sesekali menawarkan kerupuk Rindu di depan rumahnya.  Pekerja salah satu pabrik garmen di Boyolali ini merasa perlu uang tambahan, terlebih belum genap satu tahun ini dia memutuskan untuk menikah.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Dia bekerja di pabrik garmen Boyolali kurang lebih sudah lima tahun. Iman langsung bekerja setelah lulus kuliah. Gajinya terbilang masih kecil untuk pegawai yang sudah lama bekerja di pabrik.

“Gajinya masih di bawah UMR [Upah Minimum Regional] karena mungkin masih CV. Tapi bisa ambil uang lembur, hitungannya bisa per jam,” kata dia ketika berbincang dengan Solopos.com, belum lama ini.

Dia merasa memang gaji yang didapatkan per bulan masih kurang. Tapi dia berusaha bertahan karena tidak ada pekerjaan lain. Saat pandemi Covid-19 pada 2021 lalu ia bersama belasan karyawan lain bahkan sempat dirumahkan.

“Ya waktu itu mau tidak mau kan harus cari penghasilan, sempat jual pulsa sama jual krupuk itu,” kata dia. Setelah keadaan pabrik mulai membaik dan sudah banyak pesanan, Iman kembali dipanggil untuk bekerja dengan status bukan karyawan tetap.

Saking kurangnya gaji yang didapat, Iman, bahkan sering meminjam uang di perkumpulan pemuda tempat tinggalnya dengan kewajiban mengembalikan dalam dua bulan sekali. Dia biasanya berutang sekitar Rp400.000 sampai Rp600.000.

Iman paham betul, utang bukanlah solusi jangka panjang buatnya. Seperti gali lubang tutup lubang, ketika tiba jatuh tempo dia harus mencari pinjaman dari tempat yang lain untuk membayar, setelah itu dia hutang kembali.

Namun dia merasa tidak punya pilihan lantaran harus memenuhi kebutuhan keluarga.

Keluhan yang sama dirasakan karyawan swasta asal Keprabon, Solo, Indah, 25. Setiap bulannya, ia mendapatkan upah minimum provinsi (UMP) yang dianggap belum layak, yakni sebesar Rp1,958 juta.

Angka tersebut  hanya cukup memenuhi kebutuhan harian, ia mengaku masih sulit menyisihkan untuk menabung.  Terlebih saat ini dia menghidupi dua anak dan kedua orang tuanya.

Gajinya sebagai karyawan swasta yang tidak cukup mengharuskan dia mencari pekerjaan sampingan. Dirinya berjualan pakaian secara online.

Sesekali dia juga menerima tawaran jika ada yang meminta jasanya sebagai pengisi suara atau voice over. Kerja sampingan itu dia lakukan untuk memenuhi kebutuhannya yakni sembako, listrik, air, sampai bahan bakar minyak [BBM].

Selain itu dia juga harus mengalokasikan sebagian gajinya untuk menyekolahkan anaknya yang kini sudah duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Di sisi lain dirinya juga harus menabung untuk dana darurat, dana rekreasi, dan tabungan hari tua.

“Ada keinginan juga untuk membeli rumah, tapi untuk gaji sekarang apa memungkinkan,” kata dia. Idealnya lantaran harga kebutuhan pokok di pasaran terus naik, seharusnya UMK juga naik. Setidaknya gaji minimum untuk pekerja lebih dari Rp2,5 juta.

Permintaan Indah sebenarnya tidak muluk-muluk, mengingat jika merujuk pada Surakarta dalam Angka 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengeluaran per kapita mencapai Rp1,74 juta.

Pengeluaran terbesarnya saat ini adalah kebutuhan untuk anak sekolah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Mengingat saat ini dia tinggal bersama kedua orangtuanya yang sudah pensiun.

“Tidak muluk-muluk sih, kalau bisa satu kerjaan aja yang gajinya cukup tanpa harus cari tambahan. Makanya kalau saya pribadi mau UMK naik setuju banget,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya