Bisnis
Senin, 27 Februari 2023 - 17:33 WIB

Kerajinan Kain Flanel Warga Solo Laris Manis hingga Diekspor ke Mancanegara

Galih Aprilia Wibowo  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemilik B Handycraft, Fanny Ai Ling, 42, menata display produk miliknya di Balai Soedjatmoko, Gramedia Slamet Riyadi, Solo pada Senin (27/2/2023). Produk alat peraga edukasi miliknya laku hingga mancanegara. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SOLO — Kerajinan tangan dari kain flanel dari B Handycraft yang dirintis oleh Fanny Ai Ling, 42, laris manis di Indonesia dan mancanegara. Ia membuat berbagai kerajinan, khususnya alat peraga edukasi untuk anak-anak sebagai produk utama.

Ia memulai menekuni kerajinan kain flanel mulai 2020 saat pandemi Covid-19, Fanny yang sebelumnya bekerja di bidang bridal dan make up artist (MUA) terpaksa harus banting setir karena pembatasan kegiatan masyarakat yang membuat vakum usahanya.

Advertisement

Kegemarannya dengan dunia anak membuat Fanny fokus dengan kerajinan kain flanel. Walau usahanya baru dirintis pada 2020, Fanny sudah terbiasa membuat kerajinan dari kain flanel untuk mainan anaknya sejak 2013.

“Waktu pandemi ada pembatasan, anak saya enggak bisa main playground atau di luar. Saya akhirnya bikin mainan untuk anakku sendiri di rumah. Kemudian ada undangan kado dari temannya, saya buat kado itu dari flanel. Karena usia TK saya buat sayur dan buah dari flanel. Setelah kado itu, ada yang pengin, dari mulut ke mulut inilah, produk saya mulai dikenal,” ujar Fanny pada Senin (27/2/2023) di Balai Soedjatmoko, Gramedia Slamet Riyadi, Solo.

Advertisement

“Waktu pandemi ada pembatasan, anak saya enggak bisa main playground atau di luar. Saya akhirnya bikin mainan untuk anakku sendiri di rumah. Kemudian ada undangan kado dari temannya, saya buat kado itu dari flanel. Karena usia TK saya buat sayur dan buah dari flanel. Setelah kado itu, ada yang pengin, dari mulut ke mulut inilah, produk saya mulai dikenal,” ujar Fanny pada Senin (27/2/2023) di Balai Soedjatmoko, Gramedia Slamet Riyadi, Solo.

Setelah itu Fanny mulai merambah ke Solo Art Market. Ia kemudian disarankan oleh Pemkot setempat untuk mengikuti Industry Inovation Award (IIA). Di ajang ini, ia berhasil memperoleh penghargaan pada bidang manajemen produk dan kreativitas produk.

“Dari situ mengalir terus, masuk kurasi Uniqlo masuk terus kunjungan menteri, mengikuti Soloartoz. Di Soloartoz, saya cuma mikir mau bikin apa ya, akhirnya kolase, ada kanvas yang dilukis dengan kain flanel, jadi kolase yang timbul. Malah owner-nya Indaco suka,” ujar Fanny.

Advertisement

“Jadi untuk produknya bisa untuk bahan belajar anak, misalnya alat peraga edukasi berbentuk mulut, bisa mengajari anak gosok gigi, ada kuman, gigi ompong. Ada alat peraga edukasi organ tubuh anak. Karena anak lebih gampang menerima ketika ada objek yang dia lihat dibandingkan cuma melihat gambar yang tidak bisa bergerak, lebih gampang belajar sesuatu sambil meraba dan melihat,” terang Fanny.

Selain itu, dengan alat peraga edukasi tersebut ia bisa membuat interaksi antara orang tua dengan anak ataupun kakak dengan adiknya. Dengan adanya pembicaraan dua arah ini, Fanny berharap secara tidak langsung mengubah pola perilaku anak yang sudah kecanduan gawai.

“Jadi ketika ada yang tertarik dengan produk saya, saya sampaikan juga tentang fungsinya, cara penggunaannya dan bagaimana bisa barang ini bisa berfungsi dengan baik tidak hanya mainan atau koleksi. Misalnya replika pizza dengan topping yang terpisah, sehingga bisa dikreasikan sendiri,” ujar Fanny.

Advertisement

Selain alat peraga edukasi, Fanny juga membuat produk home decor, replika makanan, bunga dari flanel, boneka yang dibingkai, dan kolase. Ia juga membuat workshop kerajinan dari kain flanel yang diikuti mulai dari anak-anak hingga dewasa. Secara tidak langsung, ia menanamkan pendidikan karakter ke anak, mulai dari tanggung jawab dan fokus.

Pemasaran produknya berawal dari Instagram dan Whatsapp. Ia juga menggunakan Shopee namun sebatas untuk transaksi. Sebab, ia tidak menjamin stok yang cukup banyak untuk diunggah di Shopee. “Dengan adanya transaksi melalui pihak ketiga sebagai tempat pembayaran bisa membangun kepercayaan dengan customer baru, jaminan barang diambil, uang tidak takut terbuang,” ujar Fanny.

Dalam sebulan paling tidak ia bisa menjual rata-rata 50 item dengan bebagai bentuk. Harga produknya mulai Rp10.000 untuk kerajinan flanel berbentuk sayur dan buah, sementara untuk playmate atau alat peraga edukasi, mulai dari mulut, organ tubuh dihargai Rp350.000 per produk. Sementara untuk organ tubuh dan kerangka manusia dibanderol dengan harga Rp500.000, untuk boneka frame sendiri dihargai Rp250.000 per produk.

Advertisement

“Pemasaran di luar negeri, tapi ekspor perorangan, sekarang ini orang pesan buat dipakai sendiri, sudah merambah ke Australia, Malaysia, Taiwan, Singapura, Hongkong, Kanada, Los Angeles, Brasil, dan Portugal. Kalau di Indonesia, rata-rata di Jawa, Bali, Jakarta,” tambah Fanny.

Untuk pengerjaan produknya membutuhkan waktu yang berbeda-beda, misalnya untuk sayur dan buah serta cupcake paling cepat selama sepuluh menit, sedangkan untuk alat peraga edukasi bisam mencapai berhari-hari.

“Saya buat produknya juga dari kain flanel grade tinggi, bisa dicuci berkali-kali jadi sesuai dengan harga yang dikeluarkan konsumen. Bagaimana cara saya memposisikan diri sebagai customer, orang membeli kepercayaan ada jaminan kualitas. Berpengalaman di dunia bridal, dunia pernikahan yang terjadi sekali seumur hidup, artinya tidak boleh ada kesalahan di hari itu. Tidak bisa diulanh, saya terbiasa dengan ritme kerja yang seperti itu jadi apapun yang saya kerjakan, ada tanggung jawab dan kepercayaan, jangan sampai customer kecewa,” pungkas Fanny.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif