Bisnis
Senin, 22 November 2021 - 15:35 WIB

Kenaikan UMP dan PPN Tak Seimbang, Ekonom: Masyarakat Bisa Terbebani

Wibi Pengestu Pratama  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi upah per jam (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Ekonom menilai bahwa kebijakan perpajakan pada tahun depan, khususnya kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN kurang mengakomodasi kepentingan para pekerja, terlebih ketika kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang rerata hanya 1,09 persen.

Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada tahun depan dapat membawa beban tersendiri bari masyarakat. Kenaikan tarif pajak itu memang berasumsi dari pemulihan ekonomi, tetapi konsumsi masyarakat pun menghadapi kendala lain.

Advertisement

Kenaikan UMP tahun depan yang rerata hanya 1,09 persen, menurut Bhima, tidak akan mengangkat konsumsi para pekerja dengan cukup optimal. Artinya, kenaikan PPN di tengah perkembangan UMP yang minim akan memengaruhi daya beli masyarakat.

Baca Juga: Keputusan Ganjar dan Balada UMP Jateng 2022

“Kebijakan perpajakannya juga tidak mengakomodasi kepentingan para pekerja. Ini menurut saya cukup berisiko sebenarnya, menghambat daya beli masyarakat yang sekarang sedang dalam pemulihan. Penjualan ritel akan terpengaruh,” ujar Bhima pada Senin (22/11/2021) seperti dilansir Bisnis.com.

Advertisement

Dia menilai bahwa kenaikan upah yang hanya 1,09 persen tidak sebanding dengan laju inflasi yang berpotensi terjadi. Menurut Bhima, pada 2022, inflasi diproyeksikan berada di rentang 3 persen–4 persen. Kenaikan UMP di bawah laju inflasi menurutnya akan memengaruhi daya beli kelas menengah.

Selain itu, pekerja yang rentan akan menghadapi tantangan lebih besar karena konsumsi rumah tangganya berpotensi terhambat.

Baca Juga: Naik 0,78 Persen, UMP Jateng 2022 Ditetapkan Senilai Rp1.812.935

Advertisement

“Kenapa upah minimum setidaknya naik di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi tujuannya adalah agar masyarakat memiliki uang lebih untuk dibelanjakan. Ujungnya, yang akan diuntungkan adalah pelaku usaha juga,” ujar Bhima.

Di sisi lain, dia menilai bahwa rendahnya kenaikan upah minimum itu harus menjadi momentum pemerintah menertibkan pengusaha-pengusaha yang tidak taat aturan, yaitu yang memberikan upah di bawah ketentuan minimum. Menurut Bhima, hal tersebut menjadi rahasia umum yang banyak terjadi.

“Di sini pemerintah memang paralel harus mendorong kepatuhan pemberlakuan upah minimum. Jangan sampai upah naiknya rendah, kepatuhan juga rendah,” ujar Bhima.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif