SOLOPOS.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan diwawancarai awak media di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Jumat (22/12/2023) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Solopos.com, JAKARTA–Kenaikan pajak hiburan menjadi 40%-75% menuai kritik dari berbagai kalangan beberapa waktu terakhir sehingga pemerintah memutuskan ditunda pelaksanaannya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meminta kenaikan pajak barang jasa tertentu atau pajak hiburan ditunda dan dievaluasi agar tidak merugikan masyarakat dan pelaku usaha kecil.

Luhut menyatakan telah mendengar polemik terkait pajak hiburan saat dirinya tengah melakukan kunjungan kerja ke Bali beberapa waktu lalu. Ia pun langsung mengumpulkan pemangku kepentingan terkait, termasuk Gubernur Bali dan jajarannya.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Jadi kita mau tunda saja dulu pelaksanaannya karena itu dari Komisi XI kan sebenarnya, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu. Sehingga kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi,” kata Luhut dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan yang dipantau di Jakarta, Rabu (17/1/2024), seperti dilansir Antara.

Menurut Luhut, uji materi atau judicial review yang diajukan sejumlah pihak nantinya juga akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.

“Ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Luhut menegaskan dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah. Oleh karena itu, ia tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.

“Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact [dampak] pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ,” ujar Luhut.

Pada bagian lain, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menyambut baik keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan pajak hiburan. Namun demikian, para pelaku usaha masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah daerah (pemda) mengingat pajak hiburan masuk dalam kewenangan daerah.

Menurut Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani, pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan informasi lebih lanjut ihwal penundaan kenaikan pajak hiburan dari pemerintah daerah.

“Misalnya DKI Jakarta sudah mengeluarkan Perda No.1/2024, itu gimana apakah Pj Gubernur [Heru Budi Hartono] mau nunda atau gimana? Kita belum tahu mekanismenya,” kata Hariyadi kepada Bisnis Indonesia, Kamis (18/1/2024).

Tetap Mengajukan Judicial Review ke MK

Kendati ditunda, GIPI akan tetap mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar UU No.1/2022 dibatalkan, khususnya pada Pasal 58 ayat 2. Dalam pasal tersebut, tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

“Itu harus dibatalkan, kalau nggak, bermasalah. Payung hukumnya tarif kan di situ, gimana caranya kalau nggak dibatalkan,” ungkapnya.

Seperti diberitakan, dalam UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.

Kesebelas jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, di antaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.

Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi.

Adapun untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.

Sebagian artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Pajak Hiburan 40%-75% Ditunda, Pengusaha Tunggu Keputusan Pemda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya