SOLOPOS.COM - Menkop UKM, Teten Masduki dalam acara Road to Indonesia Startup Ecosystem Summit 2023 di Solo Techno Park, Kecamatan Jebres, Kota Solo, pada Jumat (11/8/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Pemerintah melalui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mulai melakukan revisi peraturan e-commerce tentang Peraturan Menteri Perdagangan No. 50/2020.

Salah satunya yang disoroti yakni kemudahan impor e-commerce dengan sistem cross border. Hal itu dianggap merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sehingga bakal mereka revisi.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Pemerintah berencana membatasi penjualan produk asing di platform e-commerce dengan memberlakuan larangan impor murah atau di bawah nilai transaksi US$100 atau Rp15 juta.

Merespons hal tersebut Menteri Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Teten Masduki menyebut ada empat hal yang harus diperhatikan ketika akan ada revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 ini.

Teten menguraikan Permendag berkaitan dengan kebijakan perdagangan secara elektronik. Ia menjelaskan ada empat hal yang perlu diubah dalam peraturan tersebut.

Pertama, menurut Teten, sebuah platform digital tidak diperbolehkan mempunyai produk sendiri ataupun mempunyai afiliasi produk sendiri.

Ketika sebuah platform digital mempunyai produk secara mandiri, menurut Teten dengan algoritma tersebut platform digital akan menjual produk mereka sendiri.

“Yang kedua ini kita perlu mengatur jangan sampai ada predatory pricing atau dumping. Karena itu minimum kita patok US$100 kita usulkan. Sehingga kita juga enggak perlu mengimpor barang-barang yang sebenarnya di dalam negeri sudah banyak,” ujar Teten saat ditemui awak media dalam acara Road to Indonesia Startup Ecosystem Summit 2023 di Solo Techno Park, di Kecamatan Jebres, Kota Solo, pada Jumat (11/8/2023).

Kemudian, Teten menilai social commerce dan e-commerce harus dipisahkan. Ia menilai dua hal ini tidak boleh digabung. Sebab, ketika ada perbincangan di media sosial akan mengarahkan orang belanja secara digital.

Kemudian Teten juga menyebut ritel online yang berasal dari luar negeri tidak boleh langsung dari konsumen. Kebijakan ini berguna untuk melindungi UMKM dalam negeri.

Sementara itu dilansir dari Bisnis.com, Teten mengkhawatirkan agresifitas berbagai platform social commerce yang terus memperbesar pangsa pasarnya di Indonesia.

Melalui berbagai fitur-fitur baru yang ditawarkan, penjualan melalui platform social commerce terus melambung tinggi. Salah satu yang kini sedang jadi pusat perhatian menteri Teten adalah project S yang dirilis oleh Tiktok.

Menurut Teten, revisi Permendag 50/2020 akan melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce lokal, UMKM, dan konsumen. Dengan revisi ini harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM.

Hal ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce, sebelum diterbitkan aturan yang lebih detail.

Dalam revisi Permendag No. 50 terdapat sejumlah regulasi yang akan diatur ulang. Contohnya tentang predatory pricing yang diduga banyak dilakukan oleh platform e-commerce asing yang juga melakukan praktik cross border.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, social commerce semestinya tetap didefinisikan sebagai pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau sebagai e-commerce yang telah diatur oleh Permendag.

Oleh karena itu, aturan-aturan teknisnya menjadi jelas, termasuk mematuhi harga eceran tertinggi (HET) dari beberapa produk yang sudah diatur seperti kebutuhan pokok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya