SOLOPOS.COM - Logo Facebook dan Instagram. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengakui platform yang tergabung dalam Meta grup yakni Facebook, Instagram, dan WhatsApp telah mengajukan perizinan sebagai social commerce namun mereka belum melengkapi kembali dokumen sebagai syarat perizinan setelah sebelumnya dokumen dikembalikan.

“Sudah mengajukan tapi masih ada yang harus dilengkapi. Jadi belum mengajukan lagi setelah dikembalikan,” ujar Isy saat ditemui dalam pembukaan pameran Mall to Mall Produk UMKM yang digelar di Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Dirinya menyebut, grup perusahaan teknologi itu belum melengkapi dokumen salah satunya aplikasi yang terintegrasi dengan perlindungan konsumen.

“Karena sesuai dengan ketentuan bahwa social commerce itu kan sebagai jembatan ya sebagai jembatan perlindungan konsumen, makanya itu harus ada tautan/link langsung gitu,” paparnya.

Sementara itu, terkait TikTok, Isy menyebut kegiatan platform itu hingga kini masih dibatasi hanya untuk promosi/iklan hingga survei.

Diketahui, pada akhir Oktober 2023, Isy Karim mengatakan bahwa Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengajukan izin sebagai social commerce, bukan e-commerce.

“Grup Meta itu kan Facebook, Instagram, WhatsApp itu memang sudah mengajukan untuk social commerce, jadi social commerce seperti adanya sekarang,” ujar Isy.

Isy menjelaskan, ketiga plaform tersebut hanya terdaftar sebagai portal web dan media sosial. Grup Meta tersebut pun belum mendapatkan perizinan sebagai social commerce.

Kini, Grup Meta pun mengajukan perizinan sebagai social commerce, di mana platformnya hanya bertindak sebagai media promosi dan tidak melakukan transaksi.

Sementara itu, Isy menyampaikan bahwa TikTok hingga saat ini belum mengajukan izin sebagai e-commerce. Ia juga menampik rumor bahwa platform tersebut akan kembali sebagai TikTok Shop pada November 2023.

“TikTok sampai sekarang belum, ramainya kan teman-teman bilang TikTop Shop jadi e-commerce tapi itu belum, belum sama sekali. Enggak ada [peluncuran TikTok Shop],” ujarnya.

Isy menegaskan, platform apapun yang melakukan transaksi perdagangan di Indonesia harus memiliki izin sebagai e-commerce, sebab, perusahaan atau platform tersebut mencatatkan transaksi di Tanah Air sehingga harus memiliki PT dan NPWP.

Bebas dan Adil

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa langkah pemerintah untuk mengatur social commerce hanya sebatas platform promosi dan dilarang untuk dipakai berjualan merupakan tindakan yang adil.

“Di social commerce itu dia (pedagang) sampai boleh iklan dan promosi. Sebetulnya ini lebih adil. Saya lebih setuju kalau seperti ini,” ujar Zulkifli dalam kegiatan pertemuan bisnis di Jakarta, Rabu (1/1/2023).

Menurut dia, jika sebuah social media diberikan izin untuk berjualan atau bahkan menyediakan layanan kredit bagi penggunanya untuk berbelanja, maka hal tersebut akan mengacaukan algoritma yang dibangun.

Ia juga menilai bahwa praktik berjualan melalui social media hanya akan memberikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan besar untuk bersaing, sehingga dikhawatirkan terjadi monopoli jika hanya satu perusahaan yang bertahan dalam persaingan tersebut.

“Jika social media buka warung (berjualan) dan memberikan kredit juga, nanti algoritmanya itu gimana? Misalkan nanti Meta bakar-bakar [menghabiskan] uang (untuk promosi sehingga pesaing) yang lain tutup, ya dia bisa kerja [menguasai pasar] sendiri. Ini yang harus kita atur dan tata,” ucap Zulkifli.

Selain social media dan social commerce, lanjut dia, pemerintah juga mulai mengatur ketat online commerce (e-commerce) melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Dalam sambutannya di acara WhatsApp Business Summit Indonesia, Zulkifli mengatakan bahwa melalui peraturan tersebut pemerintah mulai mengatur ketat mengenai produk-produk impor yang dijual di e-commerce.

“Sekarang perdagangan dunia itu harus free [bebas] and fair [adil]. Kalau free saja tidak pas,” ujar dia.

Ia menuturkan upaya ini bertujuan agar produk asing tidak menyerbu pasar Indonesia dan mematikan industri di dalam negeri, terutama yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Selain itu, ia juga menyatakan bahwa peraturan itu memberikan rasa adil bagi pelaku bisnis domestik yang selama ini diwajibkan mengurus berbagai macam dokumen dan sertifikat sebelum dapat menjual produk.

“Kalau yang di offline, dia [para pedagang] harus membayar pajak, dilihat izin dari BPOM-nya, dinilai produk itu layak apa tidak, dilihat sertifikat halalnya untuk tahu halal apa tidak ini makanan, dan dilihat izin PIRT-nya,” kata Zulkifli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya