SOLOPOS.COM - Ilustrasi lahan pertanian. (Solopos-Rudi Hartono)

Solopos.com, BANDUNG — Para petani kini bisa lebih mudah untuk menebus pupuk bersubsidi, dengan hanya menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) setelah kebijakan syarat kartu tani diubah.

“Alhamdulilah kita sudah mengambil keputusan dengan mencabut Peraturan Menteri Pertanian [Permentan] yang mempersulit petani. Dulunya tidak bisa mengambil pupuk hanya dengan KTP, sekarang bisa menebus pupuk dengan KTP,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Hal ini diungkapkan Amran saat menghadiri kegiatan pembinaan penyuluh pertanian dan petani wilayah Provinsi Jawa Barat yang dihadiri sebanyak 10.000 penyuluh pertanian, petani milenial dan pihak lainnya yang berasal dari kabupaten/kota se-Jawa Barat.

Amran menjelaskan kebijakan ini untuk memudahkan para petani membantu meningkatkan produksi padi dengan menghapuskan syarat kartu tani dalam memperoleh pupuk bersubsidi.

“Permentannya mudah-mudahan besok atau lusa paling lambat kita tandatangani,” kata dia.

Dia menambahkan telah menyepakati usulan tersebut setelah mendengarkan keluhan dari para petani di Indonesia.

“Kita sepakat bisa menebus pupuk hanya dengan KTP juga yang menggunakan kartu tani tetap menggunakan kartu tani. Yang terpenting adalah petani mendapatkan pupuk subsidi,” katanya.

Amran mengatakan keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi pada tahun 2024, guna menekan dampak El Nino yang berujung pada impor hasil pertanian.

“Nah ke depan bagaimana kita bisa menekan impor tahun depan, karena sekarang ini impor kita 3,5 juta [beras] itu bisa naik lagi, kalau kita tidak tekan dari sekarang,” katanya.

Selain itu, dia juga meminta kepada para petani untuk mempercepat tanam agar Indonesia kembali bangkit dengan meletakkan pondasi yang kuat untuk mewujudkan swasembada.

“Kemudian para petani bisa melakukan tanam cepat, kita akan memberikan bantuan benih serta alat mesin pertanian,” kata Amran.

Sedangkan, delapan sektor turun yaitu sektor teknologi turun paling dalam minus 2,99 persen, diikuti sektor properti dan sektor keuangan yang masing- masing turun sebesar 1,36 persen dan 0,73 persen.

Bukan Satu-Satunya

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Kementerian Pertanian, Batara Siagian mengatakan pupuk merupakan indikator penting namun bukan faktor satu-satunya dalam meningkatkan produktivitas pertanian.

“Yang pertama adalah benih berkualitas, kedua ketersediaan air, dan ketiga adalah pupuk,” kata Direktur PPHTP Kementan Batara di Jakarta, Rabu (6/12/2023) seperti dilansir Antara.

Terkait faktor air, Batara menjelaskan bahwa kebutuhan air tentunya sesuai dengan lahan. Terdapat beberapa tipologi lahan yang harus dipahami, sehingga perlakuannya pun pasti berbeda-beda.

“Tipologi lahan kita ada yang irigasi, rawa, tadah hujan, dan ada lahan kering. Treatment-nya akan beda-beda,” ungkapnya.

Berbicara tentang pupuk, Batara menyebut ketergantungan terhadap pupuk juga terkait kebijakan masa lalu, termasuk kaitannya dengan kebutuhan impor yang membuat ketersediaan pupuk ikut terkena imbas.

“Ibaratnya kalau kita bicara masa lalu, ketika penyediaan pupuk anorganik itu masif, maka kita jadi ketergantungan. Sehingga ketika ada perang Rusia-Ukraina, karena bahan baku (pupuk) impor, maka jadi masalah. Kalau begini terus maka kita harus mengembangkan pupuk lokal,” tuturnya.

Peneliti Nagari Institute dari UI Dian Revindo menuturkan masalah produktivitas pertanian perlu dibedah secara lebih jauh. Diantaranya tentang fenomena anak muda saat ini yang cenderung tidak suka bertani, lalu terkait kesejahteraan petani, serta alih fungsi lahan yang sangat besar.

Selain itu, lanjutnya, fakta produk pertanian Indonesia juga sangat dipengaruhi pasar global. Sementara petani Indonesia tidak fokus pada hasil pangan unggulan dalam negeri.

“Negara di dunia yang pro perdagangan bebas sekalipun, ketika berbicara pangan semua menjadi inward looking, memikirkan kepentingan negara sendiri,” jelas Revindo.

Bahkan, ia menyebut ada beberapa negara propasar bebas yang membuat kebijakan menghambat ekspor, karena memikirkan kebutuhan dalam negerinya. Di satu sisi, impor pangan Indonesia melebihi 15 miliar dolar AS dalam setahun.

Revindo juga menyarankan agar petani kecil tak tergoda menjual tanah karena jika lahan sudah menjadi lahan komoditas maka fungsinya akan berkurang sehingga perlu didorong pertanian kolektif.

“Semua menuntut pertanian lestari, tapi perlu dipikirkan bagaimana kesiapan petani. Maka menurut kami lebih baik peningkatan produktivitas dulu, kemudian baru pertanian lestari dalam jangka selanjutnya,” ujar Revindo.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya