SOLOPOS.COM - Salah satu gerai batik di Kampung Batik Laweyan. (Ilustrasi/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SOLO — Kampung Batik Laweyan saat ini terus berupaya untuk menjadi kawasan industri batik ramah lingkungan. Salah satunya dengan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan hal tersebut.

Diketahui, pada 2022 lalu Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) telah melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). FPKBL dan RSPO berkomitmen untuk berkolaborasi dalam memajukan dan mempromosikan produk batik yang menggunakan bahan baku minyak sawit berkelanjutan.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Jadi langkah kami, salah satunya kami telah melakukan MoU dengan RSPO untuk mewujudkan kawasan ramah lingkungan. Mereka nantinya akan mengedukasi kami khususnya pemanfaatan lilin-lilin yang ramah lingkungan. Untuk MoU sudah dilaksanakan 2022 namun untuk pelaksanaanya Insya Allah tahun ini,” kata Ketua FPKBL, Alpha Febela Priyatmono, Jumat (16/6/2023).

Dia berharap melalui kerja sama tersebut, selain untuk mewujudkan kawasan ramah lingkungan, juga bisa meningkatkan branding produk batik dari Laweyan. Sebab dengan menggunakan produk sawit ramah lingkungan, nantinya produk batik tersebut akan mendapatkan label khusus.

“Batik kaki tidak lalu kategori green, namun minimal kami sudah menggunakan produk ramah lingkungan tersebut dan memperoleh label. Harapannya hal itu akan mendukung branding produk kami serta mendukung gerakan ramah lingkungan,” jelas dia.

Selain itu saat ini FPKBL juga tengah menjalin kerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dimana menurutnya, dari pihak BRIN sudah mengambil contoh limbah di kawasan Kampung Batik Laweyan untuk diteliti. “Sebab mereka ada upaya memanfaatkan unsur tumbuh-tumbuhan yang dapat mengurai limbah. Ini baru dalam proses,” lanjut Alpha.

Dia menyampaikan sebagai kawasan produsen batik di Kota Solo, Kampung Batik Laweyan telah memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan ramah lingkungan. Dia mengatakan sejak terbentuknya Kampung Batik Laweyan, masyarakat setempat telah berupaya untuk membangun instalasi pengolahan limbah komunal, yakni di 2007.

Sementara itu dalam siaran pers yang diunggah di https://rspo.org/id, disebutkan penandatangan MoU antara RSPO dan FPKBL tersebut telah dilakukan pada 2 Oktober bersamaan dengan perayaan Hari Batik Nasional.

Disebutkan bahwa dalam perjanjian kerjasama tersebut, FPKBL akan bekerja sama dengan RSPO untuk mendorong perubahan sistemik dalam proses produksinya. Tujuannya adalah untuk membentuk industri batik yang dibangun berdasarkan praktik berkelanjutan.

Tujuan tersebut didasarkan pada pendekatan empat rangkap, yakni keanggotaan FPKBL di RSPO, peningkatan kapasitas dan kesadaran anggota FPKBL tentang kelapa sawit berkelanjutan, penggunaan minyak sawit berkelanjutan bersertifikasi RSPO dan turunannya (namun tidak terbatas pada lilin berbahan dasar minyak sawit), dan pemasaran produk batik FPKBL yang berpusat pada penggunaan minyak sawit lestari bersertifikat dalam proses produksinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya