SOLOPOS.COM - Tangkap layar grup pinjaman pribadi di Telegram. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Fenomena meminjam uang melalui media sosial (medsos) dengan syarat menyerahkan data pribadi yang dikenal dengan pinjaman pribadi atau pinpri juga menjerat sejumlah warga Soloraya.

Modus pinpri biasanya menawarkan pinjaman dari perorangan pribadi dengan syarat menyerahkan data pribadi peminjam seperti KTP, Kartu Keluarga, akun media sosial, foto profil Whatsapp seluruh penjamin, nametag pekerjaan peminjam hingga share location peminjam.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Salah satu pengguna pinpri yakni buruh asal Solo, Kia (bukan nama sebenarnya), Selasa (5/9/2023). Ia bercerita awalnya menggunakan pinpri pada awal tahun ini untuk menutup utang paylater.

Saat melakukan pinjaman, Kia memberikan beberapa data pribadi seperti foto KTP, KK, foto selfie, akun media sosial, dan video yang memberikan pernyataan tidak keberatan dengan bunga yang diberikan.

“Jadi saya memberikan beberapa data dan video pernyataan. Saya pertama tahu pinpri itu kontak dengan penyedianya di Twitter terus berlanjut ke Telegram. Setelah memberikan data, memang enggak ada lima menit saya langsung dapat pinjaman Rp300.000 terus saya disuruh mengembalikan dalam selang dua hari dengan nominal Rp375.000,” ujarnya.

Kia sempat lupa tanggal jatuh tempo pengembalian utangnya. Teror yang diterimanya beragam, mulai dari pesan singkat, telepon, hingga menghubungi kontak darurat yang diberikan di awal. Beruntung ia mampu melunasi utangnya.

“Saya waktu itu masuk shift malam karena menggantikan teman saya dan baru selesai pukul 06.00 WIB, saya lupa hari itu jatuh tempo. Saya kemudian ditelepon puluhan kali dan orang tua dan kontak darurat saya sudah dihubungi, pas pukul 13.00 WIB saya bangun saya cek handphone, saya baru sadar. Langsung saya buru-buru pinjam teman dan mengembalikan jumlah uang yang saya pinjam,” kata dia.

Kia mengatakan, meskipun sudah mengembalikan uang, ternyata namanya justru tetap disebar di media sosial. Ia menyebut sudah berusaha menghubungi penyedia pinpri tersebut, namun justru diblokir.

“Di Twitter sudah tersebar data saya, KTP, tempat kerja sampai KK saya. Saya sudah berusaha menghubungi yang penyedia pinpri sampai cari alamat rumah penyedianya, justru saya diblokir nomornya. Untung semenjak kasus pinpri itu muncul di Twitter, sekarang akunnya sudah hilang dan katanya penyedia pinprinya sudah enggak beroperasi lagi,” ulasnya.

Kia maupun para peminjam lain awalnya tergiur dengan cepatnya pencairan dan syarat yang mudah. Selain itu, pinpri juga menawarkan kemudahan lain pinjaman dengan nominal cukup besar hingga puluhan juta rupiah.

Meski awalnya tergiur, pengguna pinpri akhirnya kesulitan membayar utang karena bunga yang tinggi antara 30 hingga 40 persen hanya dalam waktu tiga hari.

Teror yang diberikan beragam, mulai dari mention di media sosial hingga menghubungi kontak yang diberikan oleh debitur di awal pinjaman.

Korban Pinpri di Karanganyar

Korban pinpri lainnya yakni pelajar asal Karanganyar, Iras (bukan nama sebenarnya). Iras  bercerita terjebak pinpri untuk membeli beberapa barang impian.

Ia menyebut, sulit mendapatkan pinjol karena usianya yang masih di bawah umur. Iras awalnya meminjam dengan nominal Rp250.000 untuk membeli beberapa photocard grup K-Pop idolanya.

“Saya tahun pinpri dari teman saya bisa dapat uang buat beli lightstick BTS lewat pinpri. Saya minta ke orang tua saya enggak dikasih dan akhirnya coba pinjam di pinpri yang saya kontak lewat Twitter langsung dikasih Rp250.000 buat beli photocard Blackpink. Saya disuruh mengembalikan uangnya dalam tiga hari, karena enggak paham saya tetap pinjam saja,” ulasnya.

Masalah muncul ketika tanggal jatuh tempo, Iras menyebut takut untuk minta uang ke orang tuanya. Sedangkan ia harus melunasi utang Rp350.000 seperti yang disepakati di awal.

Iras akhirnya memutuskan untuk membohongi orang tuanya dengan menyebut membutuhkan uang untuk mendaftar kursus.

“Saya takut dan enggak berani, tapi kepepet juga karena diteror terus saya akhirnya berbohong ke orang tua buat bayar utangnya. Untungnya dikasih, sekarang saya jual beberapa barang buat mengumpulan uangnya buat saya kembalikan ke orang tua,” lanjutnya.

Berbeda dengan Kia, Iras mengatakan datanya tidak pernah diunggah di media sosial oleh sang pembeli pinjaman.

“Awalnya ya sempat takut disebar di Twitter karena teman saya ada yang ke spill datanya. Untungnya saya enggak dan kapok,” ulasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya