SOLOPOS.COM - Ilustrasi jual beli properti (freepik)

Solopos.com, SOLO — Momentum tahun politik pada 2024 diperkirakan berdampak pada pertumbuhan industri properti secara nasional maupun lokal.

Menyikapi hal ini, Sekretaris Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Jawa Tengah (Jateng), Eko Rahardjo, mengaku memilih wait and see menanggapi tantangan industri properti di tahun politik. Ia menilai industri properti masih butuh recovery seusai pandemi Covid-19.

Promosi Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Hektare Lahan Kritis melalui Reboisasi

Pembangunan infrastruktur yang terjadi di Kota Solo, misalnya Simpang Joglo, dia nilai tidak berdampak signifikan pada sektor properti. Proyek ini akan berimbas positif pada ekonomi jangka panjang karena jalur logistik akan semakin baik. Khususnya di daerah utara Kota Solo, misalnya Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar karena banyak proyek perumahan subsidi di wilayah tersebut.

Jika ada lahan tidur di wilayah Mojosongo dan sekitarnya hal ini juga merupakan imbas dari pandemi. “Jika ada lahan tidur saya kira masih efek dari pandemi yang masih butuh waktu untuk recovery, dan juga masih wait and see terkait Pilpres 2024. Bisa jadi dengan pemerintah baru kebijakan properti akan berubah,” terang Eko kepada Solopos.com pada Senin (11/9/2023).

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Soloraya, Samari, memilih bersiap untuk percepatan penjualan pada 2023 ini. Pihaknya, juga mengupayakan ekspansi proyek-proyek baru dan mengurangi pembukaan lahan baru sambil mengamati situasi politik.

Ia juga memprediksi, pada tahun politik biasanya prospek penjualan unit komersial akan menurun. “Kalau terkait dengan tahun politik saya dan rekan-rekan sudah prepare untuk percepatan penjualan pada tahun ini. Kami upayakan nanti ekspansi proyek-proyek baru dan pembukaan lahan baru juga akan dikurangi sambil mengamati situasi politik. Biasanya prospek perumahan komersial pasti menurun penjualannya, konsentrasi perputaran uang semua ke politik,” terang Samari.

Sedangkan dalam laman bi.go.id, hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan bahwa harga properti residensial di pasar primer secara tahunan masih melanjutkan tren peningkatan pada triwulan II 2023. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan II 2023 tercatat naik sebesar 1,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79% (yoy).

Dari sisi penjualan, hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan II 2023 masih belum kuat. Penjualan properti residensial terkontraksi 12,30% (yoy) pada triwulan II 2023, lebih dalam dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 8,26% (yoy).

Hasil survei juga menunjukkan bahwa sumber pembiayaan nonperbankan masih menjadi modal utama untuk pembangunan properti residensial. Pada triwulan II 2023, sebesar 72,80% dari total kebutuhan pembiayaan proyek pembangunan perumahan berasal dari dana internal. Sementara dari sisi konsumen, jenis pembiayaan utama pembelian properti residensial berasal dari fasilitas KPR dengan pangsa sebesar 76,02%.

Sementara itu dilansir dari Bisnis.com, pasar properti diprediksi bakal tetap kokoh meski diterpa sentimen menjelang tahun politik menyambut Pemilu 2024. Namun, laju Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diproyeksi melambat.

Country Manager Rumah.com, Marine Novita, menjelaskan berdasarkan data Rumah.com Property Market Index, tidak menunjukkan adanya dampak signifikan terhadap permintaan properti pada tahun politik. “Bahkan, permintaan properti pada 2019 justru naik sedikit 1 persen, dibandingkan permintaan properti pada 2018,” kata Marine seperti dilansir Bisnis, dikutip Selasa (4/4/2023).

Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit properti pada tahun politik 2014 dan 2019 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, tapi masih tetap lebih baik dibandingkan penyaluran kredit lainnya. Optimisme tersebut juga didukung oleh pertumbuhan KPR di tengah pandemi mulai 2020 dan juga di 2021, ketika kredit secara keseluruhan sempat turun.

Menurutnya, hunian adalah kebutuhan dasar, di mana sebanyak 12 juta keluarga masih belum memiliki rumah. Dari sisi piramida penduduk pun, sebanyak 88 juta jiwa atau 40 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berada pada usia 20-44 tahun. “Ini adalah rentang usia yang menjadi target pasar sektor properti hunian. Ini artinya, peluang pada pasar properti masih tetap dinamis dan resilient,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya