Bisnis
Senin, 22 Mei 2023 - 13:28 WIB

Jatuh Bangun Pujo Temukan Jalan Rezeki Melalui Warung Botok di Tepi Bengawan

Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pujo Wiyono, 50, menunjukkan botok patin di dapur rumah makannya yang berlokasi di dekat Sungai Bengawan Solo di Desa Tenggak, Sidoharjo, Sragen, Rabu (17/5/2023). (Solopos.com/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Warung makan ini berlokasi tak jauh dari Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Dukuh Metep, RT 11/RW 04, Desa Tenggak, Sidoharjo, Sragen. Walau lokasinya sedikit tersembunyi, warung yang menjajakkan menu khas serba botok itu nyaris tak pernah sepi dari pembeli.

Saat Solopos.com tiba di warung ini, Rabu (17/5/2023), terdapat sekitar tujuh pengunjung yang tengah asyik menikmati sarapan sekitar pukul 09.00 WIB. Mereka menyantap menu andalan yakni botok patin dan botok wader. Selain dua varian itu, masih ada varian botok ayam, botok belut dan botok telur asin.

Advertisement

Rasa botok bikinan Pujo memiliki cita rasa pedas yang sedang. Bagi penggemar berat masakan serba pedas, menikmati botok ini mungkin kurang terasa level pedasnya. Namun, Pujo memang menyasar semua kalangah sehingga memilih membuat botok dengan level pedas sedang.

Warung botok milik Pujo Wiyono ini juga menyediakan aneka menu khas Jawa seperti sayur oblok, sambal tumpang, sayur asem, sambal goreng, sambal terasi, dan aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, telur dadar dan lain-lain. Walau berada di daerah pedesaan, warung ini terbilang ramai dikunjungi warga.

Makin siang, pengunjung warung ini biasanya makin ramai. Puncak keramaian pengunjung biasanya terjadi saat jam makan siang mulai dari pukul 11.30 WIB hingga14.00 WIB. Warung ini biasa buka pukul 07.00 WIB hingga 17.00 WIB.

Advertisement

“Karena pukul 07.00 WIB, sudah buka, kami sudah beraktivitas di dapur sejak pukul 03.00 WIB. Untuk sayuran kami beli dari Pasar Bunder Sragen, untuk ikan patin di sini tersedia banyak karena banyak dibudidayakan warga sekitar, termasuk kakak saya. Untuk tenaga, saya melibatkan lima pekerja,” terang Pujo saat ditemui Solopos.com, Rabu (17/5/2023).

Pujo menjelaskan dalam sehari dia bisa menghabiskan 15 kg ikan patin, 5-10 kg ikan wader, 5-10 kg daging ayam. Pasokan ikan patin di Desa Tenggak cukup melimpah karena di desa ini ada cukup banyak warga yang membudidayakan patin. Sementara ikan wader biasa didapat dari bakul dari Wonogiri, Sukoharjo, sekitar Waduk Kedungombo, hingga bakul dari Madiun.

“Di sini ada lebih dari 10 warung yang menjajakkan kuliner botok patin. Botok patin memang sudah jadi kuliner khas di desa ini sejak kakek buyut kami. Dulu simbah biasa dapat ikan dari Sungai Bengawan Solo lalu dibuat botok. Tapi, sekarang semakin sulit mencari ikan di Bengawan Solo karena sudah tercemar limbah,” jelasnya.

Advertisement

Dalam sehari, Pujo bisa menghabiskan 150-200 porsi botok aneka varian yang terdiri 80-90 porsi botok patin, 50-60 porsi botok wader dan 50-60 botok ayam. Semua varian botok dijual Rp8.000/porsi, khusus Botok kepala patin dijual Rp10.000/porsi.

Warung Botok Pujo kali pertama dibuka pada 2010 silam. Sebelum membuka warung ini, Pujo mengaku sudah merasakan pahit dan getirnya menjalan usaha. Ia pernah jatuh bangun membuka usaha. Berbagai usaha yang telah ia coba sebelumnya selalu berakhir dengan kegagalan.

Pada 2005, Pujo pernah bekerja sebagai penjual rokok tanpa cukai di wilayah Ngawi. Karena menjual barang yang terbilang ilegal, Pujo harus melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Pekerjaan itu bertahan selama 4-5 bulan. Karena kerap berurusan dengan aparat, ia memutuskan banting setir ke pekerjaan lain.

Ia juga pernah berjualan menir atau beras yang sudah pecah, bakul gula yang ia ambil dari Kulonprogo dan Kebumen. “Jualan gula itu susah. Barangnya sulit. Sudah dapatnya rebutan dengan bakul lain, jualnya juga sulit.”

Merasa gagal dengan berbagai pekerjaan di perantauan, akhirnya pulang ke kampung halaman. Ia sedikit frustasi karena berbagai usaha yang telah ia kerjakan tidak berbuah manis. Ia lantas membuka warung makan yang menjual menu khas botok di rumahnya.

“Bisa dikatakan saya membuka warung ini berawal dari rasa bingung saya. Sebab, saya sudah berusaha merantau untuk bekerja, tapi tidak berhasil. Tidak pernah sukses. Saya ingat, kali pertama membuka warung ini saat ada insiden Gunung Merapi meletus [2010],” papar Pujo.

Awalnya, warung itu dibuka di halaman rumah, tepatnya di tepi jalan. Ia hanya mengandalkan atap dari seng untuk melindungi dari panas dan hujan. “Awalnya saya hanya buka sore. Susahnya kalau musim hujan tiba. Warung bakalan sepi. Bahkan pernah hujan dari sore sampai malam hingga saya rugi karena tidak ada yang beli sama sekali. Lalu, saya berinisiatif menggeser sedikit warung ke lokasi yang lebih luas ini pada 2015 dan membuka warung sejak pagi,” jelas Pujo.

Sejak membuka warung dari pagi, jalan rezeki Pujo makin terbuka. Sejak saat ini, makin banyak pengunjung yang datang. Para pengunjung datang dari berbagai kalangan. Sebagian dari pelanggan Warung Botok Pujo adalah pekerja bank. Dari pelanggan yang tak lain mantri BRI, Pujo pernah mengakses modal usaha pada 2019.

Modal itu ia gunakan untuk menata warung supaya lebih rapi. Sayang, pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020. “Sebelum pandemi, jumlah pengunjung cukup banyak, terutama saat makan siang. Dulu pengunjung saat makan siang bisa mencapai 50-60 orang. Sejak pandemi, warung semakin sepi. Ini sudah mulai kembali ramai, tapi belum bisa menyamai ramainya warung sebelum pandemi,” jelas Pujo.

Untuk memudahkan layanan ke pelanggan, Warung Botok Pujo sudah dilengkapi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Dia mengakui belum banyak pelanggan yang memanfaatkan layanan QRIS. Kebanyakan mereka yang membayar dengan QRIS adalah para pekerja bank, para pebisnis atau anak muda yang melek teknologi. “Salah satu manfaat ketika pakai QRIS adalah memudahkan pelanggan dalam bertransaksi. Saya juga tidak perlu menyiapkan uang kembalian. Selain itu, memakai QRIS membuat warung saya lebih dipercaya. Buktinya, banyak tamu dari Jakarta yang diarahkan datang ke sini karena sudah memakai QRIS,” jelasnya.

Sementara itu, volume transaksi QRIS di Soloraya selama periode Januari-Februari 2023 melesat tajam dibandingkan periode yang sama pada 2022. Volume transaksi QRIS pada Januari dan Februari 2023, yakni sekitar 60 persen dan 130 persen.
Peningkatan volume transaksi QRIS tercermin dalam periode awal pada 2023. Sistem pembayaran digital itu tak hanya diterapkan di merchant-merchant lapak usaha mikro dan kecil, melainkan pasar tradisional di Soloraya.

Seperti para pedagang di Pasar Gede Solo yang telah beradaptasi dengan sistem pembayaran digital sejak tahun lalu. Berdasarkan data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, volume transaksi QRIS di Soloraya pada periode Januari dan Febuari 2022 masih di bawah 40 persen.

Artinya, volume transaksi QRIS di Soloraya melesat hingga lebih dari 50 persen pada periode awal 2023. Hal itu diakui Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, Nugroho Joko Prastowo. “Ada peningkatan signifikan volume transaksi QRIS di Soloraya. Dan paling banyak memang di Kota Solo,” katanya seperti diberitakan Solopos.com, Senin (17/4/2023) lalu.

Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan peningkatan angka penggunaan QRIS hingga 1.000 persen pada momen Lebaran bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Jaringan dan Layanan BRI Andrijanto mengatakan hal ini menunjukkan penggunaan QRIS semakin diminati masyarakat karena lebih mudah dan cepat. “Penopang utama dalam kenaikan ini berasal dari transaksi merchant,” katanya dalam rilis yang diterima Solopos.com.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif