Bisnis
Rabu, 8 November 2023 - 08:22 WIB

Jagung Langka Jadi Penyebab Naiknya Harga Telur, Pemerintah Harus Turun Tangan

Gigih Windar Pratama  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pertemuan antara peternak telur di Soloraya dengan wartawan di Wedangan Mbah Wiryo, Purwosari, Solo, Selasa (7/11/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional (PPN) Yudianto Yosgiarso, mengatakan kenaikan harga telur beberapa bulan terakhir disebabkan harga bahan pakan yang juga terus meningkat. Namun, menurutnya kenaikan harga telur bisa ditekan dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah.

Berdasarkan catatan Solopos.com, harga telur pada Senin (6/11/2023) lalu mencapai Rp27.000 per kilogram, atau naik Rp2.000 dibandingkan pekan lalu.

Advertisement

Dalam pertemuan antara peternak telur di Soloraya dengan wartawan di Wedangan Mbah Wiryo, Purwosari, Solo, Selasa (7/11/2023), Yudianto juga menegaskan, kenaikan telur saat ini sebenarnya juga bisa ditekan.

“Kenaikkan harga telur tidak akan terjadi secara mendadak dan tanpa sebab, tetapi sangat kuat ditentukan oleh kondisi supply-demand dan kondisi industri dibagian hulunya. Seperti berapa jumlah import indukannya, berapa harga DOC FS nya, berapa harga pakan ayam termasuk harga jagung, bekatul, serta berapa harga obat-obatan dan vaksin. Semuanya itu menjadi penentu batas bawah harga telur yang harus diperjuangkan bersama dan sangat dilindungi oleh pemerintah,” kata dia kepada para wartawan.

Advertisement

“Kenaikkan harga telur tidak akan terjadi secara mendadak dan tanpa sebab, tetapi sangat kuat ditentukan oleh kondisi supply-demand dan kondisi industri dibagian hulunya. Seperti berapa jumlah import indukannya, berapa harga DOC FS nya, berapa harga pakan ayam termasuk harga jagung, bekatul, serta berapa harga obat-obatan dan vaksin. Semuanya itu menjadi penentu batas bawah harga telur yang harus diperjuangkan bersama dan sangat dilindungi oleh pemerintah,” kata dia kepada para wartawan.

Ia menyadari, naiknya harga telur saat ini juga meresahkan masyarakat karena sering dianggap sebagai biang keladi tingginya inflasi. Untuk itu Yudianto berharap masyarakat bisa memahami dan mencermati mekanisme peternakan ayam terutama petelur.

“Kenaikkan harga telur sering menimbulkan persoalan tersendiri, seolah ketakutan menjadi beban masyarakat yang dikaitkan terus dengan masalah inflasi, tetapi membiarkan atau kurang mencermati kondisi dihulunya yang sering terjadi over supply DOC dan kenaikkan harga-harga tidak wajar. Ini merugikan peternak, bahkan terkesan pemerintah kurang memberi mendukung pada perkembangan industri peternakan rakyat,” katanya.

Advertisement

Langkah ini jauh lebih efektif daripada mengapkir ayam tua untuk mengurangi beban pakan ternak.

“Jika mengingat keprihatinan utama  peternak layer saat ini, masih sulit dan masih tingginya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan, menyebabkan tingginya  biaya produksi (HPP) tinggi. Padahal harga jual telur terus tertekan turun, kondisi ini  memaksa peternak saat ini harus mengambil langkah apkir ayam tua lebih cepat. Sebaliknya,  jika tindakan   pengurangan ayam tua, dilakukan tanpa didasari data yang akurat, maka pada saat mendadak demang masyarakat meningkat, maka bisa jadi harga telur akan melambung dengan cepat,” tegasnya.

Yudianto juga menawarkan solusi dengan menarik kebijakan larangan impor jagung yang berlaku sejak 2015. Menurutnya, langkah ini akan sangat membantu menekan harga jagung sehingga harga telur juga bisa turun.

Advertisement

“Jika jagung impor dapat masuk tepat waktu dengan harga yang wajar, maka HPP juga akan turun. Saat ini beberapa peternak dengan stok saat ini hanya bisa bertahan untuk tiga bulan saja. Sebagai perbandingan naiknya harga jagung Rp1.000 itu berarti harga telur akan naik Rp3.000,” tegasnya.

Ia juga menegaskan vitalnya jagung sebagai bahan baku dari pakan ternak. Menurutnya, para peternak tidak bisa mengambil risiko dengan mengganti jagung dengan bahan pakan lainnya.

“Sebagai gambaran, jagung itu 50 persen dari bahan baku pakan ternak, sedangkan pakan ternak itu berkontribusi 70 persen dari harga telur saat ini. Risikonya jika jagung diganti bahan lain seperti gandum, atau bahkan ketela, cukup besar. Bisa jadi ayamnya malah lebih gampang sakit, nanti akhirnya ongkos vaksin akan naik,” ujarnya.

Advertisement

Yudianto juga mengingatkan, jelang Nataru, harga bahan pokok juga berpotensi akan meningkat. Untuk itu, ia berharap, pemerintah bisa segera mengambil tindakan untuk mengurangi dampak kenaikan harga.

“Kondisi memasuki bulan November, sampai puncaknya di bulan Desember, berdasarkan catatan penjualan telur  kami dari tahun ke tahun, demand atau kebutuhan telur di masyarakat, dipastikan  akan mengalami peningkatan, sehingga harga telurpun pasti akan merambat naik,” ulasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif