SOLOPOS.COM - Suasana kedai kopi Moju Moju Artisan Drinks, di Laweyan, Kota Solo, pada Selasa (2/5/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Bisnis coffee shop makin menjamur di Kota Solo dan sekitarnya dengan menyasar kalangan anak muda. Lalu berapa sebenarnya modal awal untuk membuka coffee shop.

Menjamurnya bisnis coffee shop di Kota Solo membuat para pengusaha menawarkan sensasi yang berbeda untuk menarik pembeli. Membuka usaha coffee shop bisa dimulai dengan modal Rp20 juta di luar biaya tempat dan bangunan.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Salah satu konsep unik berada di salah satu kedai kopi di wilayah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Adalah Cafe Bukuku Lawas, kedai kopi ini tidak hanya menawarkan kopi dan camilan sebagai produk mereka, namun juga sekaligus bookshop. Coffee shop ini merupakan surga buku lawas. Setidaknya ada puluhan ribu buku bekas yang dipajang di sana.

Tidak hanya untuk dibeli, buku bekas tersebut juga bebas dibaca oleh konsumen yang mengunjungi coffee shop tersebut. Hal ini diungkapkan oleh pemilik Cafe Bukuku Lawas, Sigit Pamungkas, 36, saat ditemui Solopos.com di kedai kopi miliknya beberapa waktu lalu.

Sigit membuka kedai kopi miliknya dengan modal Rp20 juta, di luar membeli lahan. Ia mengaku biaya operasional kedai kopi akan membengkak ketika tidak memiliki ruko atau tempat sendiri. Modal Rp20 juta tersebut hanya untuk alat manual brew kopi dan bahan produk selama sebulan.

Selain tempat, alat, bahan, ia juga menghabiskan Rp10 juta untuk menyulap ruko biasa menjadi kedai kopi. Ia memilih buku sebagai ornamen dekorasi kedai kopi miliknya, kurang lebih ada 10.000 buku bekas, untuk modal buku bekas ini setidaknya butuh Rp5.000 per buku.

Bisa dikatakan impas apabila ia mampu mendapatkan omzet sebesar Rp10 juta. Dengan rincian gaji tiga karyawan, baik full time atau part time, kulakan bahan baku, dan kebutuhan operasional lainnya, seperti listrik dan Wi-Fi. Misalnya untuk kontrakan Rp3 juta/bulan dan karyawan total Rp3,5/bulan.

Sigit mengungkapkan konsep bookshop di kedai kedai kopi miliknya merupakan hal yang baru. Hal ini merupakan salah satu caranya mempertahankan usahanya.

Sebelumnya ia memang merupakan seorang penjual buku bekas sejak 2013. Awalnya pada 2018 buku yang berada di coffee shop tersebut tidak sebanyak saat ini, karena hanya dibaca dan dipajang, tidak untuk dibeli. Namun ketika acara launching konsep baru seusai longgarnya pembatasan saat pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu, ia memajang seluruh koleksi buku bekas yang ia jual di kedai kopi miliknya.

“Kalau saya lihat itu ada beberapa tipe konsumen yang datang ke sini, yang pertama memang cari suasana yang beda, kedua memang mereka suka buku, ketiga pengin nongkrong aja, dan keempat ada kebutuhan eksis, misalnya untuk foto ataupun selfie, apalagi anak muda,” ujar Sigit.

Walaupun keuntungan dari berjualan buku bekas bukan penghasilan utama di kedai kopi miliknya, tapi hal ini menjadi daya tarik tersendiri. Dalam sebulan saja penjualan buku bekas secara offline di kedai kopi miliknya tidak mencapai 100 buku. Namun untuk penjualan buku bekas, Sigit memilih untuk menangkap peluang di marketplace yang melebihi keuntungannya melebihi penjualan kopi di kedainya.

Cafe Bukuku Lawas milik Sigit ini juga tengah viral di media sosial yang menjadi salah satu rekomendasi jujukan ketika berkunjung ke Kota Bengawan. Akhir-akhir ini ia merasakan dampak peningkatan konsumen hingga 50% dibandingkan biasanya. Dalam sehari paling tidak ada 40 pelanggan yang datang ke kedai kopi sekaligus bookshop miliknya, yang buka mulai pukul 15.00 WIB hingga 24.00 WIB. Karena tempatnya yang cukup strategis di lingkungan kampus.

Buku-buku bekas di kedai kopi milik Sigit sendiri dibanderol mulai harga Rp5.000 hingga Rp20.000. Sedangkan untuk varian kopi dijual dengan harga Rp15.000 hingga Rp19.000.

Sebagai lulusan S2 Kriya Logam, ia sendiri dulunya merupakan perajin keris. Bahan keris tersebut juga ia buat sebagai aksesoris. Berbekal hal ini, ia berkeinginan untuk memindahkan kedai kopi miliknya ke tempat yang lebih luas.

Saat ini kedai kopi miliknya berukuran 80 meter persegi. Sementara di tempat baru akan dibuat tiga kali lipat lebih luas, serta selain dilengkapi dengan bookshop, ia juga akan memajang beragam kerajinan yang akan ia buat. Hal ini bertujuan untuk membuat lebih nyaman konsumen, dengan memperbesar kapasitas pengunjung.

Salah satu jujukan warga kedai kopi lainnya dengan menikmati matahari terbenam di Waduk Cengklik adalah Cenklik Coffee. Pemilik Cenklik Coffee, Adi mengatakan sensasi yang ditawarkan coffee shop miliknya adalah view sunset yang banyak diburu pengunjung.

Adi menguraikan antusias pengunjung memang bisa dikatakan banyak. Namun hal tersebut dengan cuaca yang mendukun, dikarenakan kedai kopi miliknya menggunakan konsep open space industrial.

“Untuk pembukaan lahan itu sekitar bulan September 2022 dan mulai dibangun pada bulan Oktober 2022. Kami mulai buka pada tgl 30 Desember 2022,” ujar Adi.

Rata-rata pengunjung di kedai kopi miliknya saat akhir pekan kurang lebih 250 orang. Untuk hari kerja berkisar 175 orang. Adi menguraikan total pengunjung tertinggi dalam sehari saat Minggu pernah mencapai 400 orang.

Adi menguraikan salah satu pendukung kedai kopi miliknya ramai karena menjadi tempat terbaik menikmati view sunset di Waduk Cengklik.

Menurut Adi, banyak masyarakat yang mengatakan kedai miliknya Instagramable, berdih, dan rapi. Serta menjadi tempat yang nyaman untuk bagi pengunjung untuk berbincang dengan pasangan ataupun teman. Untuk harga minuman dan pastry mulai dari Rp18.000 hingga Rp25.000.

Pemilik Kedai Kopi Ruang Tengah, Syaifulloh Al Fariz Hakim, merintis kedai kopi miliknya mulai 2021, namun Ruang Tengah sendiri dirintis sejak 2019.

“Kedai Ruang Tengah sendiri itu buka pada 2019, jadi untuk pendirinya itu kakak tingkat saya di kampus. Dua tahun berjalan pada saat itu saya masih menjadi pelanggannya, lalu dengar kabar kalau Kedai Ruang Tengah itu mau di tutup atau oper kontrak, karena salah satu pendirinya mau pulang kampung dan enggak bisa diteruskan kedainya,” ujar Fariz.

Mendengar kabar tersebut ia menyayangkan rencana ditutupnya kedai kopi favoritnya. Jadi ia memutuskan untuk mengoper kontrak kedai Ruang Tengah dengan biaya Rp15 juta, dan dengan pertimbangan yang pada saat itu pembatasan saat pandemi Covid-19 mulai diperlonggar.



“Untuk konsep sendiri dengan memjamurnya kedai kopi atau coffe shop di Solo, kami memutar otak kembali dengan membawa konsep seperti rumah, yang menjadikan pelanggan nyaman dengan tempat kami, dan mungkin dalam segi pelayanan kami berusaha untuk menjadi dekat dengan pelanggan untuk menjadi kawan,” papar Fariz.

Fariz mengungkapkan perbedaan kedai kipi miliknya dari segi rumah tua atau tradisional sebagai kedai kopi berukuran 15 meter persegi tersebut. Serta masih menggunakan alat pembuat kopi yang manual atau manual brew. Lokasi kedai kopi miliknya kurang strategis dan berukuran kecil, sehingga menurutnya pelanggan kedai kopinya relatif sepi, yaitu di dekat underpass, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.

“Biasanya konsumen itu memilih kedai kopi yg mungkin mudah dijangkau tempatnya, dari pelayanannya, nyaman tempatnya, dari produknya, dan mungkin dari harganya yang pas dikantong, sama jam tutup kedai, konsumen cari yang buka sampai pagi untuk nongkrong. Serta free Wi-Fi dan banyak stopkontak,” terang Fariz.

Kedai kopi miliknya menawarkan minuman dan makanan dari harga Rp5.000 hingga Rp17.000, serta tutup pukul 02.00 WIB. “Pelanggan kadang ramai, kadang pas hujan juga enggak ada pelanggan, cuma rata-rata ya 12 hingga 20 orang, karena musim hujan ini cuma agak menurun,” tambah Fariz.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya