SOLOPOS.COM - Ilustrasi .(danamonline.com)

Solopos.com, SOLO — Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto, mengatakan masyarakat Solo yang berinvestasi obligasi terus meningkat secara year on year (yoy).

Ia menyebutkan saat ini masyarakat Solo mulai melirik beberapa investasi seperti saham dan reksa dana, terbukti dengan jumlah investor yang terus meningkat.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Untuk investor di Soloraya memang trennya terus meningkat, terutama investor saham, obligasi dan reksadana. investor saham di Maret 2023 itu mencapai 119.834, investor surat berharga negara (SBN) 15.107 orang dan reksadana 240.661 orang, semuanya ada peningkatan secara yoy dari 2022,” ulasnya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (20/7/2023).

Eko mengatakan, ada beberapa faktor yang meningkatkan jumlah warga Solo yang melek investasi, mulai dari edukasi dan sosialisasi di sejumlah lembaga.

“Faktornya memang beragam, salah satunya masifnya edukasi dan sosialisasi yang dilakukan OJK bersama Bursa Efek Indonesia dsn sekuritas baik kepad mahasiswa/pelajar, ASN dan komunitas,” tambahnya.

Eko juga menyebut, tren investor di Solo didominasi oleh milenial dengan rentang usia di bawah 30 tahun.

“Investor didominasi kalangan milenial dengan usia di bawah 30 tahun mencapai 59 persen, sedangkan di usia 31 sampai dengan 40 tahun sebanyak 22 persen dan sisanya  di atas 40 tahun,” ulasnya.

Dilansir dari Jaringan PRIMA, Kamis (24/3/22) contoh investasi yang cocok bagi milenial di antaranya reksa dana,  P2P Lending, Obligasi Pemerintah yang dibagi menjadi empat yakni Sukuk Ritel, Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Tabungan, dan Saving Bond Ritel (SBR).

Obligasi jadi alternatif pembiayaan pembangunan lewat partisipasi masyarakat. Bahkan saat ini menjadi sumber utama untuk pembiayaan defisit anggaran dan belanja negara.

Salah satu investor muda asal Banjarsari, Garda Kharisma, 28, mengatakan, memiliki dua investasi yaitu reksa dana dan obligasi sejak 2018.

Ia menjelaskan, belajar investasi dari orang tua dan dosennya ketika berkuliah.

“Saya mainnya masih kecil-kecilan, paling banter Rp10 juta di reksa dana dan 15 juta di obligasi ORI023. Saya memilih dua model investasi itu karena mirip dengan menabung tapi enggak kena biaya administrasi, justru dapat imbal tambahan meskipun kecil,” jelasnya.

Ia menambahkan, untuk mendapatkan keuntungan besar saat berinvestasi obligasi dan reksa dana harus memiliki modal besar.

Bagi Garda, saat menjadi investor pemula, harus sabar dan tidak terburu-buru untuk mencari keuntungan besar, apalagi dengan modal kecil di bawah Rp100 juta.

“Istilahnya high risk high return, sedangkan obligasi dan reksa dana itu investasi yang minim risiko, jadi perlu modal besar supaya bisa dapat keuntungan lumayan. Kalau buat pemula semestinya enggak harus buru-buru mengejar keuntungan, belajar dulu saja dengan modal kecil, hitung-hitung sebenarnya menabung dengan jangka waktu,” tambahnya.

Milenial Jadi Incaran

Sejak 2021, pemerintah mengincar generasi milenial sebagai basis investor domestik.

Negara menjamin investasi ini aman dan minim risiko karena pemerintah tidak pernah terlambat membayar pokok dan bunganya pada momen jatuh tempo, tetap untung sekaligus mendorong peran kaum milenial dalam pembangunan negeri.

Pada abad 21 istilah sukuk (Surat Berharga Syariah Negara) mulai popular dan umumnya digunakan oleh pemerintah maupun perusahaan dalam memobilisasi dana untuk pembiayaan bagi proyek-proyek tertentu.

Sukuk sering pula diasosiasikan dengan SUN atau Surat Utang Negara. Pemahaman tersebut tentu saja keliru.

Secara definisi, sukuk merupakan surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, yakni merepresentasikan kepemilikan investor atas underlying asset.

Sementara itu obligasi atau Surat Utang Negara merupakan surat berharga berupa pernyataan utang dari penerbit kepada investor.

Berdasarkan POJK Nomor 18 /POJK.04/2015, Sukuk diartikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share), atas aset yang mendasarinya.

Penerbitan sukuk pertama kali di Indonesia dilakukan oleh PT Indosat Tbk (ISAT) pada tahun 2002.

Penerbitan UU SBSN sendiri baru dilakukan pada tahun 2008, dan hingga kini penerbitan Sukuk Negara dilakukan secara regular baik di pasar domestik maupun internasional. Penerbitan sukuk Negara dilakukan untuk kepentingan pembiayaan proyek infrastruktur.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya