SOLOPOS.COM - Ilustrasi cadangan beras di Bulog Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng). (Solopos.com/Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Guru Besar Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Darsono menyebut perlu ada langkah jangka panjang agar masalah produksi beras tidak jadi siklus tahunan.

“Mestinya harus kita harus bangkit belajar dengan persoalan musiman ini dengan cara memperbaiki kembali ekosistem produksi beras secara khusus, mulai dari hulu sampai hilir,” kata dia ketika dihubungi Solopos.com, Senin (13/11/2023).

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Menurutnya perbaikan dari hulu seperti cara bercocok tanam padi, inovasi teknologi pertanian, akses petani terhadap pemenuhan produksi, sampai kelembagaan petani. Termasuk upaya agar petani bisa menikmati margin kelebihan atas biaya produksi terhadap harga jual.

“Sehingga mereka di pedesaan itu bisa menabung. Dengan tabungan bisa menumbuhkan investasi, dengan investasi bisa menumbuhkan inovasi, dengan inovasi bisa menumbuhkan pola produksi padi,” kata dia.

Darsono melihat perbaikan produksi beras sejauh ini belum tampak. Perlu ada komitmen antar lembaga, petani, dan masyarakat untuk memperbaiki ekosistem produksi beras.

“Tampaknya semua itu semakin mengecil semua, silahkan yang saya paparan itu, nyuwun sewu, semakin tidak tergarap dengan serius,” kata dia.

Perbaikan ekosistem beras tersebut merupakan salah satu upaya untuk bisa mandiri atau swasembada beras. Menurutnya terdapat dua cara memenuhi swasembada beras yakni berbasis neraca dan produk domestik.

Swasembada beras berbasis neraca bisa dipenuhi melalui pasokan beras domestik maupun impor. Sedangkan swasembada beras berbasis produk domestik, negara dituntut mandiri tanpa impor beras.

“Yang paling bagus adalah bagaimana kita swasembada berbasis produk domestik, itu yang kemudian disebut kedaulatan pangan, kita bedaulat. Artinya semua kebutuhan pangan pokok beras itu dipenuhi oleh produk dalam negeri,” kata dia.

Menurutnya, mimpi kedaulatan pangan itu bisa terwujud asalkan persoalan pertanian beras dari hulu ke hilir bisa diselesaikan. Dia mengatakan potensi sawah atau lahan pertanian tanah air subur. Sehingga masalahnya bukan pada ketersedian lahan.

“Tapi kalau kelembagaan-kelembagaan yang saya kemukakan tidak tergarap dengan baik, maka untuk mencapai produksi maksimal akan susah,” kata dia.

Selain itu, perlu ada upaya berbasis regulasi untuk mengembalikan keberagaman pangan lokal. Sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi makanan pokok lain yang tersedia di daerah masing-masing seperti sagu, jagung, singkong, sampai ubi.

“Sekarang kan dicabut menjadi pangan yang sama seluruh Indonesia,” kata dai.

Hal serupa pernah disampaikan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan atau Zulhas ketika menghadiri rapat kerja nasional Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) di Diamond Convention Hall Solo, Rabu (24/10/2023).

Kepada wartawan, dia menyebut dalam jangka panjang negara harus memprioritaskan urusan ketahanan pangan. Sehingga bukan tidak mungkin swasembada beras itu terwujud.

“Saya lihat di mana pun di seluruh dunia pangan itu top priority, segala daya dan usaha harus dilakukan agar swasembada. Buktinya kita mengalami sekarang, negara menahan bahan makannya kan,” kata dia.

Dia mencontohkan negara-negara lain yang sudah melakukan memprioritaskan pangan seperti India, Vietnam, sampai China.

“Oleh karena itu memang seperti India produksinya lebih, karena top priory, dibantu program utama pemerintah itu swasembada pangan. Di Vietnam juga begitu, kemarin Pak Presiden kita ketemu Xi Jinping [China] juga begitu. Mereka mengatakan tidak boleh tawar-menawar mengenai kedaulatan pangan,” lanjut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya