SOLOPOS.COM - Ilustrasi hitung pajak (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah siap meregulasi berbagai kebijakan baru terkait pajak sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP yang telah disahkan pada Kamis (7/10/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan UU HPP memiliki enam kelompok pengaturan.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Keenam kelompok pengaturan yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

“Terkait dengan perubahan pengaturan cukai, kewenangannya berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” ujar dia dalam keterangan resmi yang dikeluarkan DJP Kemenkeu, Jumat (8/10/2021), yang dilansir liputan6.com.

Inilah perincian kelompok pengaturan dalam UU HPP:

1. Kelompok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

– Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).

– Pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT), selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).

– Sinkronisasi dengan Undang Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.

– Pengaturan asistensi penagihan pajak global.

– Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding wajib pajak.

– Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.

– Kuasa Wajib Pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali Kuasa Wajib Pajak yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.

– Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.

Baca juga: Penghitungan PPh untuk Gaji Rp5 Juta hingga Rp15 Juta per Bulan

2. Kelompok Pajak Penghasilan

– Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan.

– Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00.

– Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.

– Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22 persen mulai Tahun Pajak 2022.

– Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.

– Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.

– Perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak;

a. Perubahan pertama terjadi pada kategori wajib pajak orang pribadi tingkat terkecil, yang batas penghasilan per tahunnya dinaikkan dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta.

b. Terdapat satu penambahan kategori wajib pajak orang pribadi, yakni berpenghasilan di atas Rp5 miliar dan akan terkena pungutan pajak sebesar 35 persen.

Baca juga: Pekerja Gaji Rp4,5 Juta per Bulan Bebas Pajak, Begini Penjelasannya



3. Kelompok Pajak Pertambahan Nilai

– Penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list) dan memindahkannya menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

– Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen yang mulai berlaku 1 April 2022, kemudian menjadi 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

– Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu.

4. Program Pengungkapan Sukarela Pajak (Tax Amnesty) Jilid II

– Kebijakan I Peserta program pengampunan pajak di 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak, dengan membayar PPh final sebesar;

a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Baca juga: Digugat Nasabah hingga Rp50 Miliar, Begini Respons Bank Mandiri

– Kebijakan II Wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non-peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan di 2016-2020, namun belum dilaporkan pada SPT 2020, membayar PPh final sebagai berikut;

a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri

c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

5. Kebijakan dalam Pengenaan Pajak Karbon

Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022 untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya