SOLOPOS.COM - Ilustrasi lulusan SMA/SMK. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi penyumbang terbanyak tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Solo pada 2023.

Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki menyebut kebutuhan pekerja level SMK sebenarnya masih cukup tinggi.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Tapi menurut Basuki, lulusan SMK sangat rapuh, artinya lulusan SMK masih harus ada yang diperbaiki dan ditambah dari sisi kemampuan.

Hal ini untuk mendukung lulusan SMK masuk dunia kerja, baik dari softskill, hardskill, serta linkmatch menuju kemampuan kerja.

Basuki juga menyebut perlu juga menambah semangat kerja, daya tahan, kompetensi dan kesempatan untuk berkembang. Pekerja lulusan SMK, juga memiliki turnover cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya.

“Terkait peluang kerja, tergantung dengan proses bisnisnya, apakah manufaktur, jasa, perdagangan, industri kreatif, dan high teknologi. Tapi sebenarnya kebutuhan level SMK cukup tinggi,” kata Basuki.

Menurut Basuki linkmatch lulusan SMK ke dunia kerja juga masih belum maksimal, misalnya kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi, namun dari sisi pencari kerja juga tetap tinggi.

“Di media massa dan komunitas WA, tiap hari lowongan pekerjaan ditampilkan. Tapi jumlah peminat job fair juga masih cukup tinggi. Tingkat pendidikan akan related dengan kebutuhan perusahaan berdasar job description dan job desk. Sehingga masing perusahaan akan terus melakukan peningkatan skill internal agar kebutuhan pokok [level diatas operator] bisa dipenuhi oleh internal yang sudah menyatu dengan budaya perusahaan,” terang Basuki.

Menurut Basuki banyak lamaran yang tidak diproses lebih lanjut karena ada perbedaan persepsi antara kebutuhan perusahaan dengan pelamar.

Tingkat pendidikan pelamar yang tinggi tidak selalu linier dengan kebutuhan perusahaan. Basuki menyebut standar kompetensi pekerjaan sudah mulai menjadi alternatif untuk menyaring calon pekerja.

Menurut dia, dari sisi perusahaan perlu bujet untuk meningkatkan kompetensi karyawan.

Hal ini penting karena bertujuan keberlanjutan usaha, produkitivitas, dan daya saing kualitas produk. Sumber daya manusia (SDM) akan bersanding dengan teknologi dalam menjawab perubahan zaman

Sedangkan dari sisi pendidikan, perlu adanya pendidikan vokasi, linkmatch, dan pemagangan yang dilaksanakan berbasis dunia kerja, dengan melihat soft skill, hard skill, dan kompetensi kerja.

Data TPT

Menurut kategori pendidikan pada Agustus 2023, TPT dari tamatan SMK masih menjadi yang tertinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lain, yaitu sebesar 1,85%.

Sedangkan TPT yang paling rendah tercatat bagi lulusan SMP, yaitu sebesar 0,15%. Angka TPT pada Agustus 2023 sebesar 4,58%, turun 1,26% poin dibandingkan dengan Agustus 2022.

Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2023, lapangan pekerjaan yang memiliki distribusi tenaga kerja paling banyak adalah kategori Jasa sebesar 72,08%, disusul kategori manufaktur sebesar 27,53%, dan kategori pertanian sebesar 0,39%.

Data tersebut mengacu pada Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Solo bertajuk Keadaan Ketenagakerjaan Kota Surakarta Agustus 2023, yang diakses Solopos.com, pada Senin (22/1/2024).

Pengamat pendidikan, Edi Subkhan menilai tingkat pendidikan bukan satu-satunya penyebab tingginya angka pengangguran, namun juga terkait dengan ketersediaan lapangan kerja.

“Secara teoritis, makin tinggi pendidikan mestinya makin terbuka peluang pekerjaan. Tapi untuk negara berkembang belum tentu. Karena faktor ketersediaan lapangan kerja. Ini belum lagi kalau ditambah memang makin tinggi pendidikan, katakanlah S1-S3, memang makin spesifik,” terang Edi saat dihubungi Solopos.com.

Lebih lanjut, Edi menyoroti fenomena ini dilihat dari faktor pendidikan, maka yang paling menjadi perhatian adalah kurikulum dan pembelajaran. Menurut dia permasalahan di SMK yang mendasar adalah orientasi dan visi.

Jika visi SMK yakni menghasilkan lulusan siap kerja, maka Edi menyebut pada abad 21 ini kurikulum pendidikan seharusnya tidak cukup hanya berfokus pada keahlian teknis bekerja.

Mengingat, tenaga teknis akan mudah tergantikan oleh mesin AI, atau teknologi sejenisnya.

“Makin parah kalau kurikulumnya jadul dan SMK tidak memiliki peralatan yang mutakhir, termasuk tidak memiliki program internship atau teaching factory sehingga siswa SMK otomatis tidak punya skills memadai untuk siap kerja,” kata dia.

Edi menjelaskan pada era sekarang, keterampilan kerja perlu ditunjang general skills, antara lain kemampuan learning how to learn, how to adapt with new technology atau belajar dan beradaptasi dengan teknologi.



“Nah, selama ini kurikulum SMK lebih sempit sifatnya [narrow curriculum] dan teknis, hal-hal terkait high-order thinking skills tidak cukup mendapat perhatian. Alhasil siswa hanya bisa update hal teknis. Di dunia kerja di mana teknologi berkembang pesat lulusan SMK akan kesulitan beradaptasi. Di sinilah biasanya korporasi-korporasi besar dalam banyak kasus justru pilih lulusan SMA atau S1 ketimbang SMK, karena mereka lebih punya basis nalar yang luas,” tambah Edi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya