SOLOPOS.COM - Ilustrasi gagal panen (Arif Fajar S/JIBI/SOLOPOS)

Solopos.com, SOLO – Para petani Soloraya mengaku belum berminat mengikuti asuransi pertanian. Berikut adalah alasan kalangan petani di Soloraya tidak berminat pada program asuransi pertanian.

Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Wonogiri, Dwi Sartono, saat dihubungi Solopos.com pada Selasa (30/5/2023), mengatakan petani di Wonogiri belum banyak meminati asurasi pertanian. Dwi menilai perlu sosialisasi untuk pentingnya asuransi pertanian.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Masih kurang diminati, masih perlu sosialisasi,” ujar Dwi. Dihubungi secara terpisah, Ketua KTNA Kabupaten Sragen, Suratno, menjelaskan para petani yang belum banyak meminati asuransi pertanian. Dia menilai klaim yang ditawarkan asuransi tak sebanding dan prosedur yang ketat sehingga mengakibatkan kerugian akibat gagal panen tidak bisa diganti.

Ia mencontohkan salah satu syarat untuk klaim asuransi adalah kerugian tidak panen adalah 70%-80%. Kemudian jumlah ganti rugi asuransi tidak sebanding dengan kerugian yang diterima. Oleh sebab itu, menurutnya, petani tidak tertarik karena klaim yang dicairkan tidak bisa menutup semua kerugian yang dialami.

Menurutnya, kerugian akibat bencana alam seperti yang dialami para petani jagung di Desa Jono, Kecamatan Tanon, Sragen, memang tidak bisa diantisipasi.

Ia berharap untuk klaim asuransi seharusnya bisa menutup semua kerugian, tidak hanya sebagian saja. Namun ia tidak menyebut secara detail berapa persentase yang diterima petani untuk klaim asuransi.

Laman resmi Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pertanian.go.id,  menjelaskan usaha di sektor pertanian khususnya usaha tani padi dihadapkan pada resiko ketidakpastian yang cukup tinggi. Misalnya kegagalan panen yang disebabkan perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit atau organisme penggangu tumbuhan (OPT) yang menjadi sebab kerugian usaha petani.

Untuk menghindarkan dari keadaan tersebut pemerintah saat ini memberikan solusi berupa program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Program ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap risiko ketidakpastian dengan menjamin petani mendapatkan modal kerja untuk berusaha tani dari klaim asuransi.

Dari jaminan perlindungan ini maka petani dapat membiayai pertanaman di musim berikutnya. Sasaran penyelenggaraan AUTP adalah terlindunginya petani dengan memperoleh ganti rugi jika mengalami gagal panen.

Risiko yang dijamin dalam AUTP meliputi banjir, kekeringan, serangan hama dan OPT. Hama pada tanaman padi antara lain wereng cokelat, penggerek batang, walang sangit, keong mas, tikus dan ulat grayak.

Sedangkan penyakit pada tanaman padi antara lain tungro, penyakit blas, busuk batang, kerdil rumput, dan kerdil hampa. Serangan hama dan penyakit ini akan mengakibatkan kerusakan yang dapat mengakibatkan gagal panen sehingga petani akan mengalami kerugian.

Sementara itu, premi Asuransi Usaha Tani Padi saat ini 3%. Berdasarkan besaran biaya input usaha tani padi sebesar Rp6 juta/hektare/musim tanam yaitu sebesar Rp180.000/hektare/musim tanam. Bantuan pemerintah saat ini sebesar 80% sebesar Rp144.000/hektare/musim tanam dan saat ini petani harus membayar premi swadaya 20% proporsional, sebesar Rp36.000/hektare/musim tanam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya