SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh pabrik.(Freepik).

Solopos.com, BOYOLALI — Masifnya industri di Kabupaten Boyolali tidak diiringi dengan bertambah kuatnya serikat pekerja.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Boyolali, Wahono, saat dihubungi Solopos.com, Senin (12/6/2023).

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

“Memang bagus investor semakin banyak yang masuk ke Boyolali karena menyerap tenaga kerja yang semakin banyak dan meningkatkan perekonomian daerah. Namun saya dari pihak serikat pekerja merasa semakin lemah. Tahun 2015 KSPN memiliki 12.000 anggota, tetapi sekarang malah hanya 6000-7000 anggota saja, tinggal separuhnya,” ujar Wahono saat dihubungi Solopos.com, Senin (12/6/2023).

Wahono mengatakan selain karena semakin banyak anggota serikat pekerja akhirnya pensiun, ada ketakutan bagi tenaga kerja untuk bergabung ke serikat.

Dia bercerita sistem Pegawai Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) membuat daya tawar tenaga kerja rendah. Mereka bekerja dengan ketakutan kontrak tidak dilanjutkan atau tidak diangkat menjadi pegawai tetap.

Sementara itu, bagi tenaga kerja kontrak yang bergabung dengan serikat pekerja seringnya akan diawasi oleh pihak perusahaan untuk kemudian dicari kesalahan-kesalahannya.

Selanjutnya bagi tenaga kerja yang memang bergabung dengan serikat pekerja lebih banyak mendapat kerugian karena kontrak mereka tidak dilanjutkan.

Wahono mengakui pemberi kerja di Boyolali tidak mendukung para buruh untuk berserikat di luar serikat internal perusahaan.

Namun serikat pekerja internal perusahaan dikuasai oleh pekerja yang mampu dikondisikan oleh pihak manajemen perusahaan. Menurut Wahono, hal ini menimbulkan perpecahan antar buruh di Boyolali.

Hal ini terlihat saat rapat diskusi penambahan upah pekerja, ada beberapa serikat pekerja internal perusahaan yang justru mengusulkan tidak ada penambahan upah pekerja atau memilih mengikuti keputusan perusahaan.

Wahono berpendapat hal ini menjadi masalah karena serikat pekerja dianggap buruh yang bergabung di dalamnya sebagai kelompok yang mampu diajak memperjuangkan kenaikan upah dan kesejahteraan mereka.

Sementara itu, Ketua KSPSI Jawa Tengah, Wahyu Rahadi, mengakui keadaan di Boyolali memang unik karena banyak perusahaan besar tetapi serikat pekerja sangat lemah.

“Sekarang yang saya tahu hanya ada KSPN itu, dulu ada beberapa serikat lain dan sangat kuat. Kondisi yang ada adalah perusahaan-perusahaan tersebut mendorong terbentuknya serikat pekerja independen yang akhirnya hanya berkutat di permasalahan internal perusahaan,” papar Wahyu saat dihubungi Solopos.com, Senin.

Wahyu mengatakan pembentukan serikat pekerja seharusnya tidak melalui mediasi pemerintah dan lebih baik muncul dari kesadaran para pegawai. Namun dia mengakui beberapa kali timnya mencoba memasuki Boyolali tetapi mendapat penolakan.

Penolakan didapat dari perusahaan yang terkesan cenderung sudah memagari diri, sementara serikat pekerja yang disusun oleh manajemen internal perusahaan malah memiliki resistensi untuk bergabung dalam serikat buruh bersama para buruh dari perusahaan lain.

Wahyu juga mengingatkan masalah di Boyolali selanjutnya adalah banyak perusahaan tidak memiliki serikat pekerja. Menurutnya hal ini menjadi tantangan bagi teman-teman untuk membangun serikat pekerja yang kuat di Boyolali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya