SOLOPOS.COM - Pakar ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim dalam focus group discussion (FGD) Industry Trends bertajuk Membaca Arah Ekonomi Lewat Catatan Konsumsi Listrik di Radya Litera Griya Solopos, Sabtu (29/7/2023).(Solopos/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO — Konsep penggabungan atau incorporated manufaktur regional dengan mengedepankan klasterisasi bisa digunakan untuk menyelamatkan industri tekstil.

Hal ini berpotensi memperkuat sektor manufaktur nasional.Pakar ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Lukman Hakim mengatakan listrik menjadi penopang utama produksi industri tekstil di Tanah Air. Tingkat konsumsi listrik di industri tekstil turun sejak munculnya pandemi Covid-19.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Permintaan atau order tekstil dan garmen anjlok akibat menurunnya permintaan atau order dari buyer atau pelanggan.

“Ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil Tanah Air,” ujar dia, dalam focus group discussion (FGD) Industry Trends bertajuk Membaca Arah Ekonomi Lewat Catatan Konsumsi Listrik di Radya Litera Griya Solopos, Sabtu (29/7/2023).

Guna menyelamatkan industri tekstil yang babak belur, Lukman mengusulkan konsep penggabungan atau incorporated dengan mengedepankan klasterisasi di masing-masing wilayah, misalnya, klaster tekstil di Soloraya seperti Solo dan Sukoharjo yang memiliki potensi industri tekstil.

Selanjutnya, klaster makanan dan minuman di Kudus dan sekitarnya. Sementara sektor otomotif di kawasan pantai utara (pantura) seperti Tegal, Cirebon, dan Pemalang.

“Konsep ini pernah muncul saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ada masterplan percepatan industri. Menyinergikan kebijakan lebih komprehensif. Industri dibangun regional namun berimplikasi pada perekonomian nasional,” ujar dia.

Pengembangan industri manufaktur harus dilakukan secara terstruktur dengan sokongan pemangku kepentingan sebagai penyusun regulasi. Jika sudah ada regulasi, kolaborasi dibutuhkan agar kinerja industri manufaktur semakin moncer.

Pada kesempatan yang sama Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Gunawan Wicaksono, mengatakan pertumbuhan ekonomi, terutama di Jawa Tengah sangat dipengaruhi oleh konsumsi domestik dan investasi. Sedangkan dari sisi industri, daya dukung yang menjadi ujung tombak di Jawa Tengah adalah industri pengolahan.

Dia juga memberikan gambaran bagaimana kondisi ekonomi Jawa Tengah secara umum. Menurutnya pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah secara umum masih lebih tinggi dibandingkan secara nasional, yakni sudah di atas 5%. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi.

“Banyak investasi mengalir di Jawa Tengah,” kata dia.

Terkait daya dukung industri, pihaknya mengatakan jika industri pengolahan masih menjadi ujung tombaknya. Sektor garmen, kayu olahan termasuk tekstil masih menjadi sektor yang cukup unggul di Jawa Tengah. Meski begitu tidak menutup kemungkinan ke depan peta di Jawa Tengah tersebut akan mengalami perubahan. Seiring sektor investasi yang terus bergeliat.

Hanya, industri pengolahan saat ini masih tertahan, salah satunya karena dampak ekonomi global. Di sisi lain, utiitas industri juga berdampak pada konsumsi listrik. Jika konsumsi listrik tertahan, artinya ada kemungkinan industri pengolahan yang juga tertahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya