SOLOPOS.COM - Ilustrasi Energi Hijau (Solopos)

Solopos.com, SOLO – Penerapan ekonomi hijau di Tanah Air membutuhkan dukungan pembiayaan murah dari perbankan dan lembaga lainnya.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan implementasi pembiayaan untuk ekonomi hijau sangat diperlukan dan akan makin meningkat ke depan. Penerapan ekonomi hijau, lanjutnya, membutuhkan dukungan berbagai pihak.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Diperlukan peran semua pihak tidak hanya perbankan, tetapi juga sumber pembiayaan lainnya, yang lebih inovatif dan lebih murah,” kata Amalia dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6/2022).

Amalia mengatakan dengan pembiayaan yang lebih inovatif dan lebih murah, maka proyek-proyek yang berkaitan dengan ekonomi hijau bisa layak secara bisnis dan tidak membebani APBN.

Bappenas juga mendorong peranan dari perbankan dalam penerapan ekonomi hijau untuk menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek yang menyangkut dengan usaha keberlanjutan.

Baca Juga: Strategi Pemerintah Wujudkan Ekonomi Hijau Dimulai dari Kalimantan

“Porsi [pembiyaan hijau] harus ditambah terus,” kata Amalia. Dia mengatakan pendalaman pada ekonomi hijau, pembatasan pemberian kredit pada proyek-proyek yang merusak lingkungan dan internalisasi budaya yang ramah lingkungan, menjadi upaya yang dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan.

Amalia menuturkan dukungan investasi menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan ekonomi hijau. Investasi ini tidak bisa hanya bergantung dari investasi pemerintah, tetapi juga harus berasal dari investasi non pemerintah, swasta, dan filantropi.

Tantangan lainnya adalah perangkat teknologi ekonomi hijau yang belum sebanyak teknologi non hijau. Hal ini berdampak pada ongkos dan implementasi ekonomi hijau yang lebih mahal.

Sebagai contoh, dalam transisi energii, harga listrik per kwh yang dihasilkan oleh listrik berbahan batu bara masih akan lebih murah dibandingkan dengan harga listrik per kwh harga listrik yang berasal dari tenaga surya. “Tantangan berikutnya adalah pentingnya Indonesia mengadopsi dan mendorong inovasi di dalam negeri untuk implementasi ekonomi hijau,” kata Amalia.

Bank DBS Seleksi Debitur

Sementara itu, PT Bank DBS Indonesia mengatakan tren ekonomi hijau konsisten meningkat dan akan berimbas terhadap permintaan sustainable financing atau pembiayaan berkelanjutan.

Team Leader Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kevin Tanuwidjaja menilai tren penerapan ekonomi hijau di sejumlah perusahaan mulai terlihat. Hanya saja, dalam implementasi ekonomi hijau tersebut kebijakan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda.

“Pemangku kepentingan di perusahaan-perusahaan saat ini makin banyak berbicara mengenai ESG,” kata Kevin pada kesempatan yang sama.

Bank DBS berambisi untuk memberi dukungan terbaik kepada penerapan ekonomi hijau. Bank DBS juga memiliki target net zero emission pada 2050.

Dengan komitmen tersebut, perusahaan melakukan pembatasan dalam menyalurkan kredit. Misalnya, pada perusahaan batu bara, Bank DBS ingin membantu mereka bertransisi menjadi lebih hijau. Artinya, ketika ada perusahaan batu bara meminta pembiayaan ke Bank DBS untuk tujuan eksplorasi, pengajuan pembiayaan akan lebih sulit.

Baca Juga: RI Tegaskan Komitmen Kembangkan Ekonomi Hijau & Kuatkan Iklim Investasi

“Kalau kita ngomong besok ada perusahaan ke kami ada yang ingin deploy duit spesifik untuk eksplorasi baru batu bara, pasti bakal lebih sulitlah, kurang lebih seperti itu,” katanya.

Sebelumnya, Bank DBS berkomitmen memberikan pinjaman yang berhubungan dengan keberlanjutan atau sustainability-linked loans sebesar US$12,4 miliar atau sekitar Rp130 triliun dan pinjaman hijau sebesar US$6,9 miliar pada 2022.

“Secara kumulatif, kami memiliki komitmen dalam segi transaksi keuangan berkelanjutan sebesar US$39,4 miliar, berbanding terbalik dengan target kami pada 2024 yaitu US$50 miliar,” ujar Managing Director IBG Sustainability DBS Group, Yulanda Chung. Bank DBS telah menyiapkan sejumlah strategi jangka pendek dan menengah untuk mendorong pengembangan ekonomi hijau atau green economy oleh perbankan.

Langkah pertama adalah menangani intensitas karbon di portofolio DBS. Langkah kedua semakin menumbuhkan keyakinan adanya lajur transisi bagi beragam industri.

Baca Juga: LPS: Ekonomi Membaik, Industri Perbankan Kuat

DBS menerapkan skenario yang digunakan secara global, seperti oleh Network for Greening the Financial System (NGFS) atau International Energy Agency (IEA).

Ketiga, menetapkan taksonomi yang membagi aktivitas keberlanjutan dan transisi berdasarkan sektornya. Hal ini tertuang dalam dokumen Sustainable and Transition Finance Framework and Taxonomy yang dimiliki DBS.

Pada April 2022, Bank DBS Indonesia memberikan fasilitas pinjaman senilai US$27,5 juta ke Indika Energy, melalui anak usaha PT Jaya Bumi Paser (JBP). Pinjaman tersebut merupakan gabungan dari pendanaan jangka pendek dan panjang untuk berbagai kegiatan perusahaan.



Adapun, pendanaan ini ditujukan untuk membiayai pengembangan sumber energi baru dan terbarukan berbasis biomassa yang berkelanjutan dan menerapkan standar Forest Stewardship Council (FSC) oleh JBP di Kalimantan Timur.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya