SOLOPOS.COM - Ilustrasi pajak dari emisi karbon. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha merespons soal rencana pemerintah yang bakal kembali menebar berbagai insentif fiskal di tahun politik 2024.

Sebagaimana diketahui rencana pengadaan insentif fiskal pemerintah tecermin dari estimasi belanja perpajakan 2024 mencapai Rp374,5 triliun, menjadi yang tertinggi sejak 2019.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Sejumlah fasilitas investasi berupa tax holiday, tax allowance, super tax deduction dan fasilitas PPh Badan lainnya pun diberikan bakal kepada dunia usaha.

Ketua Bidang Perdagangan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anne Patricia Sutanto menilai insentif fiskal berupa pajak tidak sebesar seperti yang diharapkan. Sementara insentif berupa tax holiday dan tax allowance dinilai hanya untuk investasi baru.

“Incentive tax bagus, tapi dampaknya untuk industri enggak sebesar bayangan pemerintah,” ujar Anne saat dihubungi, Senin (21/8/2023).

Di sisi lain, Anne menekankan yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah memastikan pemberian insentif fiskal dapat memacu ekonomi lebih efisien dan produktif.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk mendorong bank-bank pelat merah (himbara) dan bank-bank swasta nasional lainnya agar benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Anne juga berharap agar pelbagai kebijakan yang dibuat pemerintah dapat selaras dengan tujuan utama pemberian insentif kepada dunia usaha.

“Diharapkan aturan selaras untuk meningkatkan employment dan meningkatkan daya saing dunia usaha Indonesia,” ujar Anne.

Seperti dilansir Bisnis.com, Rabu (16/8/2023), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,2 persen. Target tersebut lebih kecil dari target pertumbuhan ekonomi tahun ini di rentang 5,3 – 5,7 persen.

“Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan sebesar 5,2 persen. Stabilitas ekonomi makro akan terus terjaga,” kata Jokowi saat penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2024 dan Nota Keuangan di Kompleks Parlemen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang lebih kecil dari target 2023 tersebut sebagai optimisme sekaligus kewaspadaan terhadap dinamika global.

Mengantisipasi Ketidakpastian

Kementerian Keuangan menargetkan belanja perpajakan pada 2024 sebesar Rp374,5 triliun, meningkat 6,1 persen dibandingkan dengan outlook pada 2023 (year-on-year/yoy) sebesar Rp352,8 triliun.

Pemerintah menyatakan kebijakan belanja perpajakan dirancang secara terarah dan terukur untuk turut dapat mengantisipasi ketidakpastian serta tantangan ekonomi global dan domestik yang mungkin terjadi pada tahun depan.

“Nilai belanja perpajakan secara keseluruhan meningkat secara terukur seiring dengan pertumbuhan ekonomi, kegiatan produksi, dan konsumsi masyarakat,” seperti dikutip Bisnis dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2024, Senin (21/8/2023).

Tercatat, nilai belanja perpajakan Indonesia pada 2022 mencapai Rp323.518,0 miliar atau sebesar 1,65 persen dari PDB. Secara nominal, belanja perpajakan pada 2022 meningkat 4,4 persen dibandingkan nilai belanja perpajakan pada 2021 sebesar Rp309.995,6 miliar, yang didorong oleh mulai pulihnya perekonomian nasional.

Peningkatan nilai belanja perpajakan pada 2022 juga dipengaruhi oleh penerapan kebijakan baru, pemutakhiran data SPT wajib pajak, dan hasil audit DJP. Kebijakan baru tersebut diantaranya melalui UU HPP, di mana tarif PPN naik menjadi 11 persen, perubahan lapisan tarif PPh orang pribadi, dan batas peredaran bruto sebesar Rp500 juta tidak dikenai pajak PPh bagi UMKM Orang Pribadi, yang mempengaruhi benchmark perpajakan.

Berdasarkan jenis pajak, nilai belanja perpajakan masih didominasi oleh PPN dan PPnBM yang mencapai lebih dari setengah dari total belanja perpajakan. Untuk 2022, belanja perpajakan PPN dan PPnBM tercatat mencapai Rp192.808,9 miliar atau sebesar 59,6 persen dari total belanja perpajakan tahun 2022.

Belanja perpajakan PPN dan PPnBM pada 2023 dan 2024 diperkirakan meningkat menjadi masing-masing sebesar Rp209,4 triliun dan Rp228,1 triliun. Sementara itu, belanja perpajakan PPh mencapai Rp113.853,4 miliar atau sebesar 35,2 persen dari total estimasi belanja perpajakan.

Berdasarkan sektor perekonomian penerima manfaat belanja perpajakan, sektor industri pengolahan menerima belanja perpajakan terbesar yaitu Rp73.183,1 miliar atau 22,6 persen dari total belanja perpajakan pada 2022.

Selanjutnya, sektor-sektor yang memanfaatkan insentif belanja perpajakan terbesar adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan serta sektor sektor jasa keuangan dan asuransi yaitu masing-masing sebesar 13,6 persen dan 13,7 persen dari total belanja perpajakan.

Adapun, berdasarkan tujuan kebijakannya sebagaimana, nilai belanja perpajakan terbesar adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencapai 50,2 persen dari total belanja perpajakan tahun 2022.

Mayoritas kebijakan belanja perpajakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Lebih lanjut, UMKM menerima manfaat sebesar Rp69.681,5 miliar atau sebesar 21,5 persen dari total belanja perpajakan. Insentif tersebut, diberikan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil yang dapat mendorong usaha kecil semakin berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya