SOLOPOS.COM - Ilustrasi ekspor dan impor. (freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 Tahun 2024, yang merevisi Permendag No 7/2024 terkait pengetatan impor, tidak melindungi industri dalam negeri.

Ketua Umum Himki, Abdul Sobur mengatakan pemerintah telah melakukan pengetatan aturan impor melalui Permendag 7/2024 yang ditandatangani pada 10 Maret 2024 dan mulai berlaku 6 Mei 2024.

Promosi Jelang HUT ke-59, Telkom Gelar Customer Gathering hingga Beri Bantuan ke UMKM

Peraturan itu merupakan regulasi yang memperketat persyaratan impor yang harus menyertakan pertimbangan teknis (pertek).

“Tujuan dari peraturan tersebut (Permendag 7/2024) adalah untuk melindungi industri dalam negeri dan melindungi investasi di Indonesia,” katanya melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.

Namun, pada 17 Mei 2024, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah merevisi aturan itu melalui Permendag No 8/2024, yang menghapus persyaratan pertek untuk sejumlah barang seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup.

Aturan itu langsung berlaku, lanjutnya, dan alasan revisi tersebut karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, serta 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Mengutip pernyataan Menko, Abdul Sobur menyebutkan dengan adanya permendag yang baru itu maka penumpukan barang harus bisa diselesaikan dalam waktu lima hari.

“Adanya kebijakan tersebut tentu tidak sejalan dengan kondisi saat ini yang mana kita masih dihadapkan pada ketidakpastian akibat kondisi geopolitik, adanya persaingan yang ketat antarnegara dalam menarik investor dan hal-hal lainnya,” katanya.

Jika hal ini terus terjadi, tambahnya, maka investor lebih memilih berinvestasi di India atau Vietnam yang ramah terhadap investasi.

“Untuk industri dalam negeri, pemerintah hendaknya melakukan perlindungan, sehingga bisa maju dan berkembang,” katanya.

Menurut dia, pemerintah hendaknya tidak goyah oleh tekanan-tekanan dari para importir, selain itu hendaknya mempertahankan peraturan yang sudah baik.

“Jika kita perhatikan, Permendag No 8/2024 tidak melindungi industri dalam negeri. Untuk sejumlah barang yang sudah diproduksi di dalam negeri agar ada pengetatan impor dengan menambahkan syarat pertek dalam melakukan impor,” katanya.

Dengan adanya pengetatan impor, lanjutnya, menunjukkan pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri dan melindungi tenaga kerja Indonesia.

Menanggapi berita terkait adanya penumpukan kontainer, Sobur menegaskan agar tidak mengambinghitamkan peraturan yang ada, maka perlu dikaji lebih mendalam, sehingga diketahui akar permasalahannya dan kejadian serupa tidak terulang lagi.

Potensi Risiko

Ekonom dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan ada potensi risiko bagi keberlangsungan industri nasional dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang Larangan Pembatasan (lartas) Barang Impor.

“Ini mungkin short term, short term akan mempercepat atau mengatasi solusi penumpukan kontainer, tetapi jangka menengah atau panjang ada risiko terhadap industri dalam negeri,” ujar Head of research group for Knolwedge-Based Economy (Digital Economist/Ekonom Digital) Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN Bahtiar Rifai ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (22/5/2024) seperti dilansir Antaranews.

Ia menjelaskan industri yang berpotensi terdampak oleh regulasi ini antara lain sektor alas kaki, tekstil, garmen, furnitur, dan pakaian jadi karena produsen sektor itu didominasi oleh pelaku industri kecil menengah (IKM).

Karena itu dikhawatirkan produk industri dalam negeri tidak mampu bersaing dengan barang impor yang diproduksi oleh industri skala besar.

“Konsumen itu hanya melihat pada harga, terutama pada kelas ekonomi yang secara daya beli terbatas. Ini yang kemudian pada saat industri nasional dengan skala ekonomi tertentu terutama industri mikro kecil tak mampu bersaing dengan misalnya industri skala besar,” katanya.

Ia memberi solusi agar lembaga terkait duduk bersama untuk memecahkan permasalahan ini. Hal-hal yang bisa dilakukan antara lain dengan membuat kajian cepat terkait hambatan yang terjadi di lapangan.

Selanjutnya dengan memberikan relaksasi untuk bahan baku, bahan penolong, dan bahan perantara yang dibutuhkan oleh industri nasional.

Sebelumnya pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang Larangan Pembatasan (lartas) Barang Impor.

Penerbitan Permendag 8/2024 bertujuan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemberlakuan Permendag 36/2023 jo 3/2024 jo 7/2024 yang melakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa peraturan teknis (pertek).

Sejak diberlakukan pada 10 Maret 2024, terjadi penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan utama, seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan lainnya, akibat belum terbitnya Persetujuan Impor (PI) dan pertek untuk sejumlah komoditas, seperti besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya.



Jumlah kontainer tertahan mencapai 17.304 di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya