SOLOPOS.COM - Pedagang menawarkan produk fesyen lewat live selling di salah satu kios Benteng Trade Center (BTC), Solo, Rabu (2/8/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, SOLO — Munculnya perilaku fear of missing out (fomo) di tengah meningkatnya tren belanja online menjadi salah satu faktor penyebab semakin tingginya ancaman dan risiko penipuan.

Fakta ini diungkap melalui eksperimen sosial Bibli dalam situs Vomoshop yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Asosiasi Ecommerce Indonesia-idEA, para pemilik merek, media massa dan komunitas.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Dalam keterangan resmi yang diterima Solopos.com, Kamis (5/10/2023), eksperimen sosial tersebut bertujuan mengukur potensi penipuan yang bisa dialami orang masyarakat Indonesia.

Sekaligus melakukan edukasi literasi berbelanja, yaitu verifikasi, observasi, mudah akses info dan ofisial rekening platform untuk transaksi online.

Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan, lebih dari 63 ribu visitor merespons dengan mengakses situs.

Sejumlah fakta menarik ditemukan, di antaranya warga Jakarta menjadi jawara korban fomo dengan perempuan menjadi kelompok paling fomo kala belanja online.

Dari segi demografi usia, warga usia 25-34 tahun menjadi yang paling mudah terpancing mengunjungi situs, disusul warga usia 18-24 tahun.

Peningkatan Digital Safety

Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Kemenkominfo, Septriana Tangkary, menguraikan penilaian berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), skor Indonesia pada tahun 2022 sebesar 64,48 dari skala 1-100 .

Angka tersebut dinilai masih perlu ditingkatkan dan terus menjadi isu nasional yang butuh perhatian dari berbagai pihak.

Menurutnya, hal yang dilakukan oleh Blibli sejalan dengan upaya Kemenkominfo dalam memperkuat pilar-pilar literasi digital, yang salah satunya adalah digital safety.

“Upaya tersebut berguna meningkatkan kesadaran perlindungan dan keamanan data diri, sehingga masyarakat Indonesia bisa lebih cermat dan bijak dalam berbelanja online di era transformasi digital saat ini,” ujarnya.

Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata, Edit Prima,  menyampaikan Indonesia sedang menghadapi lonjakan kejahatan siber terlihat dari hampir 1,6 miliar traffic anomalies per Desember 2022 dengan potensi kerugian mencapai Rp 14,2 triliun.

Tentunya kejahatan siber ini perlu menjadi perhatian bersama dan perlu sinergi para pelaku industri dalam menangani dan meningkatkan edukasi publik terhadap bahayanya.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Bima Laga menguraikan pasar digital Indonesia masih sangat membutuhkan edukasi untuk menjadi matang.

“Bagaimana bersikap bijak saat berbelanja secara daring, sekaligus mampu berpikir kritis ketika menemukan kejanggalan yang berpotensi menimbulkan kerugian,” ujar Bima.

Ia berharap edukasi ini bisa membantu meningkatkan kesadaran para pelaku industri dan konsumen dalam memberantas penipuan online. Kemudian juga mampu meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga keamanan data pribadi.

Chief of Marketing Officer Blibli, Edward Kilian mengaku pihaknya senantiasa menerapkan tata kelola privasi data dan keamanan siber yang bertanggung jawab di seluruh layanan dan fitur yang ditawarkan kepada pelanggan.

Edward menjelaskan komitmen tersebut dibuktikan dengan memenuhi hak belanja pengguna melalui jaminan keaslian produk, pengiriman cepat, hingga gratis ongkos kirim, layanan purna jual yang mudah diakses dan pembayaran aman yang terintegrasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya