SOLOPOS.COM - Ilustrasi stres di tempat kerja. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada Rabu (1/5/2024 ) dimaknai beragam oleh berbagai kalangan.

Permasalahan sosial yang dihadapi pekerja masih mewarnai peringatan May Day kali ini. Seruan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) masih digaungkan.

Promosi Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Hektare Lahan Kritis melalui Reboisasi

Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ’92, Endang Setiowati menilai UU Ciptaker beserta aturan turunannya masih sangat memberatkan pekerja. “Baik mulai masuk kerja yang sistem pemberian normatifnya tidak jelas, Upah yang jauh dari kata layak serta kompesasi atau pesangon yang jauh dari harapan atau bisa di katakan tidak ada kepastian baku dalam aturan tersebut,” terang Endang saat dihubungi Solopos.com, pada Rabu (1/5/2024).

Menurut Endang permasalahan pekerja di Solo tidak jauh berbeda secara nasional. Dia menyebut besaran upah minimum di Kota Bengawan belum bisa dikatakan layak yang seharusnya di angka Rp3 juta.

Selain itu, Endang menyebut tidak semua perusahaan mengkaver hak pekerja atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi orang bekerja di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mulai menjamur yang seharusnya tak luput dari pantauan pemerintah.

Ketentuan upah minimum sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari UU Ciptaker dikecualikan bagi usaha mikro dan kecil. Pengecualian pemberlakuan UMKM bagi usaha mikro dan kecil diberlakukan dengan sejumlah ketentuan. Endang berharap pemerintah lebih peka dan memperhatikan kesejahteraan pekerja dengan cara mencabut UU Ciptaker.

Ketua Forum Komunikasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Karanganyar, Eko Supriyanto menguraikan isu utama dalam momen May Day 2024 adalah pencabutan UU Ciptaker dan seruan hapus outsourcing tolak upah murah (Hostum).

Senada dengan Endang, Eko juga menilai upah minimum di Soloraya masih jauh dikatakan layak, karena upah minimum sebenarnya untuk pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari setahun.

“Tapi pada implementasi di lapangan disama ratakan dari masa kerja, pendidikan, pengalaman kerja. Sementara pendidikan tinggi sarjana pun di bayar UMK. padahal orang tuanya membayar biaya pendidikan sangat mahal,” kata dia.

Eko menyebut masih banyak pekerja yang belum terkaver BPJS Kesehatan, kalau terkaver, premi iuran masih dibebankan kepada pekerja. Dia menguraikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 5% dari upah, perusahaan menanggung 4% dan karyawan menanggung 1% iuran tersebut, namun ada yang dibebankan semuanya ke pekerja.

Dia berharap pemerintah terlibat dalam penentuan upah, jaminan sosial bagi pekerja. “Jangan biarkan pekerja bertarung sendirian dengan para pemodal, jadilah ‘wasit’ yang adil dalam pertarungan tak seimbang antara pekerja dan pemodal,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Karanganyar, Edy Darmawan menjelaskan momen May Day kali ini di tengah dunia usaha yang belum pulih, bisa dimaknai sebagai momentum kerja sama antara pekerja dan pengusaha. Pihaknya mengisi momen ini dengan acara halalbihalal dan pembagian sembako untuk pekerja.

“Hari Buruh Internasional saat dunia usaha masih belum pulih dimaknai sebagai momentum untuk bersama-sama antara pengusaha dan pekerja saling menguatkan agar kelangsungan operasional perusahaan tetap dapat berjalan walaupun kondisi ekonomi masih sulit,” terang Edy.

Dia menjelakan penguatan skill pekerja tetap dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi para pekerja, dengan cara ini dunia usaha akan dapat bersaing dengan kompetitor, khususnya dari luar negeri.

Dengan peningkatan kompetensi pekerja, dia berharap daya saing akan meningkat dan akhirnya pekerja akan mendapatkan nilai tambah antara lain peningkatan kesejahteraan.

Ketua Apindo Sukoharjo, Yunus Arianto mengaku di momen May Day kali ini kalangan pengusaha berharap pekerja mampu meningkatkan daya saing dengan meningkatkan skill. Upaya ini bertujuan untuk bisa lebih bersaing di era globalisasi sehingga bisa lebih relevan di era digitalisasi saat ini.

“Peningkatan kesejahteraan dilakukan dengan kut serta dalam jaminan sosial dalam bentuk BPJS baik kesehatan maupun ketenagakerjaan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya