SOLOPOS.COM - Salah satu Pertashop di daerah Kerten, Laweyan, Solo yang masih bertahan dan beroperasi hingga Pukul 21.30 WIB. Foto diambil Kamis (27/7/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng dan Jogja, Gunadi Broto Sudarmo, mengatakan naiknya harga BBM Pertamax cukup menyulitkan para pemilik Pertashop.

Harga BBM Pertamax saat ini sebesar Rp14.000/liter, sementara harga BBM Pertalite sebesar Rp10.000. Perbedaan harga keduanya membuat pemilik bisnis Pertashop kian terpukul. Mengingat, mereka hanya bisa menjual BBM Pertamax.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Apalagi, sebelumnya pada September lalu ketika harga Pertamax naik dari Rp12.400/liter menjadi Rp13.300, penjualan mereka sudah menurun.

Ia khawatir kenaikan harga hingga Rp14.000 ini membuat penjualan mereka makin parah.

“Dengan kenaikan harga Pertamax ini pasti berpengaruh pada penjualan Pertamax di Pertashop. Kami semua tahu harga Pertalite sekarang Rp10.000 sedangkan Pertamax di Pertashop Rp13.850, sangat jauh terpautnya. Sejak kenaikan awal bulan September aja di harga Rp13.300 penjualan di Pertashop sudah turun apalagi sekarang di harga Rp13.850, pasti akan tambah parah,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (3/10/2023).

Gunadi melanjutkan, peluang migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite pasca-kenaikan harga sangat tinggi. Naiknya harga Pertamax juga dinilai akan menguntungkan bagi pengepul dan penjual Pertalite eceran di pinggir jalan.

“Kenaikan harga ini selain migrasinya pengguna Pertamax ke Pertalite, momen ini semakin menguntungkan para pengepul BBM Pertalite yang dropping ke pengecer. Mereka semakin mendapatkan keuntungan yang lebih, karena dengan harga jual Pertamax naik, maka harga jual Pertalite di eceran juga naik, padahal harga pertalite di SPBU masih tetap Rp10.000 per liter,” lanjutnya.

Ia juga mengkritik minimnya fungsi pengawasan dari PT Pertamina (Persero) yang membuat penjual BBM Pertalite eceran masih leluasa. Ia menyebut, penyalahgunaan subsdi jenis Pertalite saat ini sangat besar dan penjualannya tidak sesuai dengan target subsidi.

“Pengepul yang dropping ke pengecer ini masih sangat leluasa karena memang Pertamina belum menerapkan subsidi tepat My Pertamina layaknya produk solar, dan pengawasan dari aparat penegak hukum sendiri terkait dengan penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite ini masih minim bahkan tidak ada. Serta banyaknya penyalahgunaan surat rekomendasi pembelian bbm untuk petani dan UMKM disalahgunakan untuk dijual kembali,” kata dia.

Di sisi lain, Gunadi menambahkan pihak Pertashop masih bisa bersaing dengan penyedia BBM lain seperti Mobil1. Ia menyebut, persaingan dengan merek lain tersebut masih sehat karena sama-sama menjual oktan yang sama dengan harga yang tidak terpaut jauh.

“Kalau dengan Mobil1 memang harganya Rp14.000 jadi masih bisa bersaing. Yang susah itu dengan penjualan Pertalite eceran itu,” kata dia.

Sedangkan menurut Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Region Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho, Pertashop sebenarnya masih bisa bertahan karena pihak Pertamina memperbolehkan menjual produk BUMN lain selain Pertamax.

“Pertashop itu bisa sekali menjual produk non-BUMN, ada yang jualan LPG, ada yang jualan jasa nitrogen dan sebagainya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya