SOLOPOS.COM - Syarat pelunasan KPR subsidi Perumahan Subsidi Parama Residence yang dilengkapi fasilitas umum pos satpam dan kolam renang berlokasi di Dusun III, Kepuh, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. (Solopos.com/Tiara Surya Madani).

Solopos.com, SOLO — Generasi Milenial banyak yang merasa kesulitan mencari rumah karena menganggap harga yang ditawarkan dari perumahan subsidi cukup tinggi, ditambah adanya kenaikan harga baru.

Salah satunya diungkapkan oleh Septiana, 26. Pekerja asal Sragen ini beberapa bulan terakhir mempunyai keinginan untuk memiliki rumah sendiri.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Karena belum mempunyai pasangan dan merasa belum mempunyai kebutuhan mengurusi keluarga, ia mencoba mencari di wilayah Sragen Kota dan di wilayah Kecamatan Karangmalang, Sragen. Di wilayah tersebut banyak pilihan rumah subsidi.

“Tanya-tanya ke salah satu developer diarahkan ke rumah subsidi yang dekat dengan Polsek Karangmalang. Di sana sudah termasuk rumah subsidi plus, harga Rp150 juta kalau enggak salah,” papar Septiana saat dihubungi Solopos.com pada Senin (19/6/2023).

Merasa kurang cocok, ia kemudian diarahkan oleh pihak pengembang ke kawasan lainnya namun masih di daerah Kecamatan Karangmalang. Lokasinya cukup jauh dari pusat kota Sragen dengan kualitas biasa tapi harganya masih sama sebesar Rp150 juta.

Namun dia diminya membayar down payment (DP) sebesar Rp45 juta. Hal itu membuatnya mengurungkan niat membeli rumah. “Harus bayar Rp45 juta sekaligus di awal, jadi mikir-mikir lagi buat cari rumah,” ujarnya.

Ia saat ini masih tinggal di rumah orang tuanya. Sebagai karyawan swasta yang mendapatkan gaji sesuai upah minimum kabupaten/kota (UMK), ia merasa kesulitan untuk memiliki rumah idaman.

Ia mengaku hanya tertarik untuk memiliki rumah di Sragen karena memang bekerja di sana.

Selain itu ia merasa keberatan ketika adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga rumah subsidi menjadi Rp162 juta di 2023 ini.

Ia juga tertarik untuk mengambil kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan DP 0% walaupun dengan jangka waktu puluhan tahun. Namun saat ini ia kurang memiliki informasi terkait program ini dari perbankan.

Dari segi lingkungan ia tidak bermasalah dengan lokasi perumahan subsidi, karena di Sragen lokasinya relatif strategis. Namun terkait kualitas bangun, ia ragu dengan dinding rumah subsidi yang terbuat dari bata ringan.

“Terus ya karena subsidi, ya agak sempit, tata ruang tidak bisa banyak diubah,” papar Septiana.

Sehingga ia menilai ketika harga rumah subsidi naik kualitas bangunan juga harus dibarengi dengan peningkatan mutu.

Salah satu pekerja freelance, Firman, 27, tidak bisa mengakses KPR karena hanya pekerja lepas. Ia juga menyayangkan harga rumah subsidi yang makin mahal sedangkan penghasilannya tidak tetap.

Ia menyiasati hal tersebut dengan menabung walaupun butuh jangka waktu lama, padahal menurutnya harga rumah juga makin mahal setiap tahunnya.

PMK Terbaru

Sebelumnya diberitakan,  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengerek batas harga untuk rumah subsidi bebas pajak pertambahan nilai (PPN).

Kenaikan batas harga tersebut disesuaikan mengikuti kenaikan biaya konstruksi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.60/2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

Keuntungan konsumen dengan adanya kebijakan baru yakni tidak dibebani pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual. Sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Dalam beleid yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada, Jumat (9//6/2023) diatur batasan harga jual maksimal rumah tapak subsidi yang diberikan pembebasan PPN dari sebelumnya Rp150,5 juta—Rp219 juta, menjadi Rp162 juta—Rp234 juta untuk 2023.

Pada periode 2024, harga jual maksimal antara Rp166 juta—Rp240 juta sesuai masing-masing zona.

Pemerintah menaikkan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.

“Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” tambah Febrio dalam siaran persnya, Jumat (16/6/2023).

Pemerintah melanjutkan kebijakan pembebasan PPN dalam upaya pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi MBR. Melalui PMK tersebut, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta—Rp24 juta untuk setiap unit rumah.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya