SOLOPOS.COM - Pengrajin memotong tahu di sentra industri tahu dan tempe di Krajan, Mojosongo, Jebres, Solo, Senin (28/12/2020). Perajin tahu dan tempe mengeluhkan lesunya perekonomian selama pandemi virus corona (Covid-19) ditambah dengan melambungnya harga bahan baku seperti kedelai impor yang mencapai Rp9.250/kg. (Nicolous Irawan/Solopos)

Solopos.com, SOLO--Harga kacang kedelai yang terus naik membuat produsen tahu dan tempe mengurangi bahan baku produksi tempe atau ukuran produk tahu. Pengrajin sulit menaikkan harga penjualan produk tahu dan tempe saat daya beli masyarakat rendah.

Ketua Primer Kopti Solo, F. P Supardjo, menjelaskan kenaikan harga bahan baku terjadi sejak enam bulan terakhir yang harga semula Rp6.000-an per kilogram menjadi Rp8.850 per kilogram. Harga biji kedelai impor diprediksi akan terus meningkat.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

“Selama ini para anggota bertahan dengan mengurangi takaran. Menaikkan harga jual sangat sulit karena kondisi [ekonomi yang lesu]. Kalau berhenti juga enggak mungkin karena penopang ekonomi keluarga. Dengan segala keberatan tetap melakukan produksi karena penghasilan utama. Enggak bisa beralih,” kata dia saat ditemui di kantornya, Senin (28/12/2020).

Cegah Lonjakan Kasus Covid-19, Perketat Mobilitas Warga

Menurut dia, Primer Kopti Solo juga menunggu hasil rapat Gabungan Kopti Indonesia dalam menyikapi harga bahan baku yang tidak terkendali. Dia berharap pemerintah membantu dalam mengintervensi harga kedelai melalui Badan Urusan Logistik (Bulog).

Sebelumnya, beredar imbauan dari Puskopti D.K.I Jakarta kepada pengrajin tahu dan tempe untuk mandek produksi serentak mulai 31 Desember 2020. Produsen mulai berjualan kembali pada 3 Januari 2021 dengan kesepakatan harga tahu dan tempe naik 20 persen sampai 30 persen.

Supardjo mengimbau para anggota koperasi untuk pandai-pandai menyikapi kenaikan harga bahan baku dengan mengurangi bahan baku untuk memproduksi tahu dan tempe. Jumlah anggota Primer Kopti Solo sebanyak 131 pelaku usaha.

Paling Terdampak

Ketua Koperasi Sumber Agung Krajan, Saryanto, menjelaskan para produsen pernah menghadapi kenaikan harga bahan baku secara signifikan pada 2008. Namun, kondisi pandemi Covid-19 lebih pelik akibat daya beli masyarakat yang rendah.

“Kalau mogok semua enggak masalah tapi kekompakan wilayah belum ada. Pengrajin harus memikirkan untuk menggaji orang. Apalagi pengrajin yang lebih kecil paling terdampak. Harga jual sekarang sudah maksimal,” paparnya.

Menurut dia, wilayah Solo mendapatkan pasokan tahu dan tempe dari berbagai daerah, antara lain Sukoharjo, Sragen, dan Solo. Untuk mengatasi permasalahan harga bahan baku tidak cukup dari Gabungan Kopti Indonesia saja tapi membutuhkan peran pemerintah.

Parosmia Jadi Gejala Baru Terinfeksi Covid-19, Apa Itu?

“Dulu kami pernah mengalami hal serupa dan pemerintah membantu subsidi Rp1.000 per kilogram sampai akhirnya harga kembali pulih. Dua tahun lalu harga bahan baku juga mengalami kenaikan dan ada produk dalam negeri masuk. Sekarang sudah enggak ada lagi,” paparnya.

Dia mengatakan, para konsumen mengeluhkan ukuran produk tahu dan tempe yang menyesuaikan dengan harga bahan baku. Satu hingga dua produsen di Kampung Krajan Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, menaikkan harga jual khusus untuk memenuhi permintaan sejumlah rumah sakit saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya