Bisnis
Minggu, 28 Mei 2023 - 19:05 WIB

Harga Jagung Terus Naik! Petani Untung, Peternak Ayam Ketar-ketir

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Harga telur terus naik karena sejumlah faktor. (Ilustrasi/Antara/Aprillio Akbar)

Solopos.com, SOLO —  Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Sragen, Suratno membeberkan tiga penyebab naiknya bahan pakan ternak berupa jagung.

Mengingat, naiknya harga jagung sebagai bahan mentah pakan ternak disinyalir menjadi penyebab mahalnya harga telur dan daging ayam.

Advertisement

Saat dihubungi Solopos.com, Minggu (28/5/2023), Suratno menguraikan salah satu faktor penyebab harga jagung naik adalah pemerintah menyetop impor jagung untuk pakan.

Naiknya harga jagung berdampak positif bagi para petani, namun tidak bagi para peternak ayam maupun peternak petelur.

Advertisement

Naiknya harga jagung berdampak positif bagi para petani, namun tidak bagi para peternak ayam maupun peternak petelur.

Suratno menjelaskan kenaikan harga jagung dimulai sejak musim panen lalu. Sementara, panen raya jagung akan berlangsung bulan depan.

Harga jagung saat ini berkisar Rp4.500/kilogram (kg) dan bahkan mencapai Rp5.300/kg.

Advertisement

Sementara itu, adanya pengendalian impor jagung untuk pakan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015 Tahun 2015 tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan Ke Dan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.

Dilansir dari antaranews.com, Kementerian Pertanian mencatat  impor jagung masih dilakukan dengan realisasi sepanjang Januari – September 2020 sebesar 911.194 ton atau senilai 233,47 juta dolar AS.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menjelaskan realisasi impor jagung bukan digunakan sebagai pakan ternak, melainkan bahan baku industri.

Advertisement

“Impor jagung 911 ribu ton tadi Januari–September, ini jagung bukan pakan ternak, tetapi jagung untuk bahan baku industri, gluten sweetener bahan pemanis,” kata Suwandi dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV di Gedung DPR Jakarta, Selasa.

Suwandi menegaskan Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) tidak lagi menerbitkan rekomendasi impor jagung pakan ternak sejak 2018.

Pinsar Jateng

Sementara, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni saat dihubungi Solopos.com, Minggu (21/5/2023), mengatakan penyebab kenaikan harga telur yakni karena harga pakan ternak yang konsisten naik sejak 2022.

Advertisement

Sehingga harga pokok penjualan (HPP) juga mengalami kenaikan karena para peternak hanya menyesuaikan HPP yang naik tersebut. Parjuni menjelaskan harga pakan tersebut mengalami kenaikan sekitar enam persen hingga delapan persen dari tahun sebelumnya.

Pada 2022 harga jagung sebagai bahan baku pakan ternak sekitar Rp4.000/kg, kemudian pada tahun ini naik menjadi Rp5.000/kg hingga Rp6.000/kg.

Selain harga pakan, Parjuni juga menjelaskan harga bibit ayam atau day old chick (DOC) mengalami kenaikan hingga 100 persen dari tiga bulan lalu.

Kenaikan DOC ini sejalan dengan harga pakan yang cukup tinggi. Sebelumnya harga DOC hanya Rp3.000/ekor dan naik drastis menjadi Rp7.500/ekor.

“Produksi pun juga sedikit berkurang karena populasi juga berkurang di samping kondisi kondisi ayam yang juga kurang maksimal karena situasi dan kondisi alam dan afkir ayam yang sudah berumur untuk afkir,” papar Parjuni.

Menurut Parjuni, saat ini permintaan telur ayam dari masyarakat juga cenderung mengalami peningkatan, sehingga ada dorongan untuk membeli sedikit lebij mahal. Ia menjelaskan secara keseluruhan yang ia uraikan tersebut saling berkaitan sehingga harga naik seperti saat ini.

Lebih lanjut Parjuni juga menjelaskan kenaikan harga ini tidak hanya terjadi pada komoditas telur ayam saja. Hal tersebut juga berimbas pada daging ayam yang juga meroket.

“Kami mengharapkan harga pakan segera turun, terutama dari pabrik pakan, supaya kami harga telur dan ayam bisa juga turun. Jadi kalau ada dampak inflasi, sebenarnya penyumbang inflasi adalah harga pakan yg naik ugal-ugalan sehingga beban prosuksi menjadi mahal,” tegas Parjuni.

Beban produksi yang meningkat tentu saja berdampak langsung menjadi beban konsumen atau masyarakat. Menurut Parjuni, hal ini cukup memberatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif