SOLOPOS.COM - Ilustrasi gula pasir. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Saat bulan Puasa harga gula pasir terus merangkak naik. Berdasarkan data dari hargapangan.id per hari ini, Jumat (8/4/2022) harga gula pasir di Kota Solo mencapai Rp15.750/ kg. Harga gula pasir premium Rp17.250 per kg dan harga gula pasir lokal Rp14.250 per kg.

Tak hanya mahal, gula pasir di sejumlah daerah dilaporkan langka. CEO PT Sinergi Gula Nusantara atau SugarCo Aris Toharisman mengatakan kelangkaan gula pasir di pasar belakangan ini disebabkan karena gula hasil impor jenis raw sugar masih belum sepenuhnya diolah oleh pabrik dalam negeri untuk menjadi gula kristal putih atau konsumsi.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Baca Juga:Gula Pasir Langka di Pasaran, Begini Jawaban CEO SugarCo

Menurut Aris sebagian pabrik gula itu masih menunggu musim penggilingan tebu untuk mengolah raw sugar hasil impor pada pekan ketiga April 2022 nanti.

“Karena importasi ini dalam bentuk raw sugar harus diolah jadi GKP. Kenapa tidak langsung diolah? Mungkin sebagian pabrik menunggu musim giling tebu supaya saat pengolahan dibarengkan saat awal-awal giling pasokan tebu masih kurang,” kata Aris melalui sambungan telepon, Kamis (7/4/2022).

Kendati demikian, Aris menegaskan, holding pabrik gula milik BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sudah menyalurkan sekitar 150.000 ton gula konsumsi kepada masyarakat selama triwulan pertama tahun ini.

Baca Juga: Kurangi Impor, Perlu Regulasi Teknis Wajibkan Belanja Produk Lokal

Dengan demikian, dia mengatakan, proses importasi raw sugar relatif tidak mengalami kendala selain adanya kenaikan ongkos impor dan harga komoditas di pasar dunia. Di sisi lain, kata dia, kelangkaan gula di tengah masyarakat diproyeksikan berlangsung pulih setelah memasuki musim giling tebu di sejumlah daerah pada pekan ketiga bulan ini. Malahan sebagian besar pabrik gula yang bertempat di Pulau Jawa juga memulai gilingan mereka pada akhir bulan ini.

“Jadi itu yang menyebabkan kekurangan nanti memasuki masa akhir bulan ini karena pabrik sudah mulai menggiling akan segera ada penambahan ketersediaan untuk gula konsumsinya,” kata dia.

Baca Juga: Harga Gula Pasir Bertahan Tinggi, di Wonogiri Tembus Rp18.000/Kg

Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) melaporkan harga sebagian besar barang kebutuhan pokok atau Bapok mengalami kenaikan harga yang signifikan pada hari ketiga Ramadan 2022.

Sekretaris Jenderal DPP Ikappi Reynaldi Sarijowan mengatakan kenaikan harga itu dipicu karena permintaan masyarakat yang meningkat sementara pasokan komoditas yang terbatas.

Berdasarkan catatan Ikappi per Selasa (5/4/2022), sejumlah Bapok yang mengalami kenaikan harga di antaranya minyak goreng curah Rp19.500 per liter, cabai rawit merah Rp60.000 per kilogram sementara cabai lainnya di angka Rp50.000 per kilogram.

Selanjutnya, harga bawang merah naik signifikan dari Rp33.000 per kilogram menjadi Rp37.000 per kilogram, bawang putih dari Rp30.000 ke Rp33.500 per kilogram. Di sisi lain, harga daging ayam dari Rp39.000 menjadi Rp40.200 per kilogram.

Sementara itu, harga telur dari Rp22.000 per kilogram menjadi Rp25.300 per kilogram. “Gula pasir yang memang barangnya sampai detik ini masih langka harganya Rp13.500 ke Rp14.500, tepung terigu dari Rp7.500 ke Rp9.000, daging sapi dari Rp140.000 ke Rp143.000,” kata Reynaldi melalui siaran pers, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga: HET Gula Pasir Jadi Rp13.500 Per Liter, Impor Lancar

Beberapa waktu lalu Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, sebagai salah satu komoditas pokok, produksi gula oleh petani tebu dalam negeri belum mampu untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Namun pada saat yang bersamaan, impor gula juga diatur secara ketat dengan berbagai ketentuan. Berdasarkan data UNCTAD 2020, terdapat 55 NTM mulai dari pemeriksaan pra-pengapalan, tindakan pengendalian kuantitas dan harga, tindakan sanitasi dan fitosanitasi, serta hambatan teknis perdagangan untuk gula.

Felippa mengatakan, meski industri gula dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor gula di Indonesia diatur secara ketat. Impor gula diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Gula.

“Dalam regulasi tersebut, Kementerian Perdagangan mengizinkan impor gula hanya untuk memenuhi kebutuhan industri, memenuhi stok gula nasional dan menstabilkan harga,” ujarnya seperti dikutip Bisnis, Jumat (28/11/2020).

Baca Juga: Duh, Ikappi Sebut Gula Pasir Sulit Tidak Naik Harga, Begini Alasannya

Dia melanjutkan, negara mengizinkan sektor swasta untuk mengimpor gula, tetapi hanya gula mentah dan rafinasi untuk keperluan industri dan pemurnian. Impor gula putih untuk konsumsi rumah tangga merupakan urusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Meskipun ketentuan tersebut memungkinkan lebih banyak partisipasi sektor swasta, ketentuan tersebut juga menetapkan prosedur yang panjang untuk mendapatkan izin impor.

Untuk itu, importir harus mendapat rekomendasi dari tiga menteri yang berbeda, yang akan diberikan setelah rapat koordinasi antar kementerian.



Rapat tersebut juga akan memutuskan jumlah gula yang diimpor tahun itu, yang secara efektif akan dikenakan pembatasan impor kuantitatif.

Baca Juga: Stok Gula Pasir di Toko Modern Solo Kosong, Padahal Harganya Stabil

Berdasarkan catatannya, produksi gula domestik tidak pernah berhasil memenuhi kebutuhan gula di Tanah Air.

Pasalnya kebutuhan gula konsumsi dalam negeri terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dari tahun 2018 hingga tahun 2020, jumlah populasi di Indonesia meningkat sebesar 2,28 persen atau sekitar 6,051 juta penduduk. Pada periode yang sama, total konsumsi gula juga meningkat sebesar 95.000 ton dari 12,6 kilogram per kapita per tahun menjadi 13 kilogram per kapita per tahun, menjadi total 7,18 juta ton.

“Hal ini menunjukkan betapa wajarnya muncul prediksi kebutuhan gula kedepannya juga akan terus meningkat,” lanjutnya. Pada saat yang bersamaan, menurutnya, produktivitas gula Tanah Air belum mengalami kenaikan yang signifikan.

Baca Juga: Mendag Sebut Harga Gula Pasir Tinggi karena Negara Lain Lockdown, Ini Penjelasannya

Kementerian Pertanian mencatat bahwa di tahun 2014, produktivitas GKP dari tebu sebesar 5.406 kg/hektar hingga menghasilkan total 2,58 juta ton, sempat turun hingga titik terendah di tahun 2017 menjadi hanya 4.985 kg/hektar. Di tahun 2018, BPS mencatat produktivitas mulai sedikit naik menjadi 5.225 kg/hektare, menghasilkan 2,17 juta ton pada tahun 2018 yang masih jauh dibanding konsumsi.

“Menanggapi rendahnya produktivitas, pertanyaan berikutnya adalah terkait upaya yang sudah dan sedang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah memiliki program revitalisasi, baik on farm, seperti penyediaan bibit unggul, pelatihan teknik bercocok tanam yang benar dan off farm, seperti pemberian dana bantuan pembelian maupun perbaikan mesin giling dan pembangunan pabrik gula baru. Namun program ini belum mampu menyelesaikan permasalahan gula kita,” jelasnya.

 

A

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya