SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi peternakan ayam (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, SOLO – Jumlah peternak rakyat dan peternak mandiri semakin berkurang akibat beragam permasalahan, terutama anjloknya harga ayam di tingkat peternak. Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah pun mengibaratkan kondisi peternak mandiri seperti mayat hidup.

Selama periode 2017-sekarang, jumlah peternak rakyat dan peternak mandiri di Jawa Tengah (Jateng) berkurang hingga 60 persen. Ketua Pinsar Jawa Tengah, Parjuni, mengatakan pemerintah tidak memiliki database kebutuhan dan konsumsi ayam broiler di Tanah Air. Hal ini mengakibatkan supply and demand tidak dapat diproyeksikan secara tepat.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Hal itu membuat ketersediaan ayam di pasaran selalu berlebihan. “Imbasnya, harga ayam di tingkat peternak anjlok. Tak karuan. Harga ayam di tingkat peternak masih jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Di Jawa, harga ayam di tingkat peternak di kisaran Rp15.000 per kilogram. Sedangkan, HPP ayam broiler Rp20.000 per kilogram,” kata dia, kepada Solopos.com, Rabu (15/3/2023).

Menurut Parjuni, perusahaan konglomerasi peternakan menguasai industri perunggasan tanpa memberikan peluang bagi peternak rakyat dan peternak mandiri untuk menjalankan roda bisnisnya. Persaingan yang tidak sehat ini dinilai memicu puluhan hingga ratusan peternak rakyat dan peternak mandiri gulung tikar.

Kondisi ini diperparah saat adanya pembatasan sosial yang diambil pemerintah saat masa pandemi Covid-19 selama lebih dua tahun. “Peternak kecil makin merana dan tiarap. Kami berharap ada solusi alternatif dari pemerintah agar peternak rakyat dan peternak mandiri mampu survive di tengah persaingan dengan perusahaan konglomerasi,” ujar dia.

Selama periode 2017-sekarang, jumlah peternak ayam mandiri di Jawa Tengah yang gulung tikar sekitar 60 persen. Tinggal menyisakan sekitar 40 persen yang kondisinya sangat memprihatinkan. Mereka juga di ambang kebangkrutan jika tak ada upaya konkrit dari pemerintah untuk menyelamatkan nasib peternak rakyat dan peternak mandiri.

Parjuni mengkhawatirkan jumlah peternak rakyat dan peternak mandiri semakin habis pada tahun ini. “Peternak mandiri tinggal 40 persen di Jawa Tengah. Secara nasional, peternak mandiri tinggal 15 persen. Itu kondisinya seperti mayat hidup,” kata dia.

Dia meminta pemerintah segera turun tangan untuk menyelamatkan para peternak ayam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tersebut. Misalnya, mengambil kebijakan yang mampu meningkatkan nilai produksi dan kemampuan peternak rakyat dan peternak mandiri untuk menjaga kelangsungan usahanya.

“Pemerintah harus melindungi para peternak rakyat dan peternak mandiri di setiap daerah. Industri perunggasan harus dijalankan secara adil bagi para pelaku usaha kecil.”

Seorang peternak ayam asal Bendosari, Sukoharjo, Darmadi, mengatakan perusahaan konglomerasi peternakan memiliki modal besar dan peralatan produksi yang serba canggih. Hal ini berimplikasi pada melimpahnya ayam broiler yang dijual dengan harga murah di pasaran.

Para peternak rakyat terus merugi selama beberapa tahun terakhir lantaran anjloknya harga ayam di pasaran. “Biaya operasional seperti pangan, vitamin dan lain lain tak sebanding dengan harga jual di tingkat peternak. Kami sudah tak lagi mencari untung, hanya bertahan saja, itu sudah cukup,’ ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya