SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengangguran. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO – Sejumlah lulusan Magister di Kota Solo mengaku sulit mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian. Menurut mereka, beberapa perusahaan memutuskan untuk merekrut lulusan Sarjana dibandingkan Magister.

Selain itu, para pemilik gelar Magister ini menyebut perusahaan memberikan gaji yang sama dengan lulusan sarjana. Padahal, jenjang pendidikan yang ditempuh lebih tinggi, beberapa bahkan mendapatkan gaji hanya sebesar upah minimum kabupaten atau kota (UMK).

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Salah satunya lulusan Magister asal Jebres, Kevin Ramadhan, 25. Dia mengaku sudah menganggur selama dua tahun sejak pekerjaan terakhirnya sebagai akuntan. Ia menjelaskan, meskipun lulusan S-2, pendapatannya hanya Rp2,7 juta per bulan.

“Saya memutuskan keluar awal 2021 karena bayarannya kecil sekali. Padahal saya hitungannya lulusan S2 dan saya kerja di sana sejak masih sarjana, tapi ketika minta kenaikan gaji tetap enggak dikasih, akhirnya saya memutuskan resign,” ujarnya.

Ia bercerita sudah beberapa kali melamar pekerjaan di berbagai perusahaan di Soloraya. Namun, selalu kalah ketika bersaing dengan lulusan sarjana.

“Sudah beberapa kali ketika wawancara misalkan tinggal dua atau tiga orang, saya kalah sama yang lulusan S-1. Bahkan, waktu itu sebenarnya saya sudah percaya diri diterima karena kebetulan memang lowongannya sesuai dengan konsentrasi magister saya waktu itu, tapi tetap enggak masuk,” keluhnya.

Kevin menyebut, sebenarnya sudah ada beberapa tawaran untuk bekerja di luar Soloraya seperti di kawasan industri di Jakarta hingga Non Governmental Organization (NGO). Namun, karena merupakan anak tunggal, Kevin merasa lebih nyaman mencari kerja di Soloraya agar tetap dekat dengan orang tua.

“Padahal sebenarnya ya kalau bisa dapat di Soloraya kan bisa dekat dengan orang tua. Sebenarnya enggak muluk-muluk, Rp5 juta juga saya ambil daripada kerja di Jakarta. Tapi kalau memang sampai akhir tahun enggak dapet kerja di sini, saya mau enggak mau ya ke Jakarta,” jelasnya.

Cerita serupa juga dirasakan warga Pajang, Laweyan, Bernadetta Yoseta, 26, yang sudah satu tahun menganggur pasca menyandang gelar S-2. Menurutnya, justru lebih sulit mencari kerja bagi S-2 dibanding sarjana.

“Jauh lebih mudah cari kerja pas masih sarjana dibandingkan sudah dapat gelar S-2. Dulu saya ambil S-2 karena harapannya dapat kerjaan yang lebih baik, ternyata sekarang malah sulit sekali, perusahaan seolah enggak berani membayar lebih, kalaupun di terima golongan kerjanya setara S-1,” ujarnya.

Yoseta bercerita, sudah tiga kali menolak pekerjaan di Solo karena gaji yang tidak lebih baik dibandingkan saat sarjana. Saat ini, ia memilih mencari kerja di luar Kota Solo agar mendapatkan gaji yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh.

“Sebenarnya mintanya enggak besar, di kisaran Rp5-6 juta untuk gaji. Tapi selalu ketika offering selalu dapetnya di bawah Rp3 juta, alasannya karena entery level, padahal sudah punya pengalaman kerja dua tahun. Untungnya ini kemarin wawancara dan sudah diterima di salah satu perusahaan multinasional di Jakarta, sebenarnya berat untuk meninggalkan Solo, tapi ya realitanya susah dapat kerja di sini,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya