SOLOPOS.COM - Wiyono menunjukkan maggot yang dibudidayakan di Taman Winasis, Kompleks Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo, Sabtu (1/4/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution).

Solopos.com, SOLO – Budi daya maggot di Solo cukup jadi perhatian karena mampu menghasilkan cuan.

Biaya operasional di Taman Winasis, Mini Edu Park, kompleks rumah pemotongan hewan Jagalan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Solo, bahkan terpenuhi dari keuntungan budi daya maggot. 

Promosi Fokus Transformasi, Telkom Bagikan Dividen Rp17,68 Triliun atau Tumbuh 6,5%

Pembudidata Maggot dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Solo, Wiyono, Sabtu (1/4/2023), mengatakan 5 gram telur maggot membutuhkan 5-10 kg sampah organik per hari.

Sementara, maggot basah laku dijual hingga Rp7.000 per kilogram. Maggot kering lebih mahal yakni seharga Rp50.000 per kilogram. Maggot biasanya digunakan untuk pakan unggas dan ikan.

Pada 2021, sampah makanan rumah tangga naik menjadi 0,79 kg/KK/hari. Sebelumnya pada 2018, rumah tangga menyumbang sampah makanan sebesar 0,49 kg/KK/hari dengan jumlah keluarga 4-5 orang.

Artinya setiap orang menghasilkan sampah makanan sekitar 0,1 kg per hari. Jika dihitung jumlah warga Solo 575.230, berarti sampah makanan di Solo tiap hari total sebanyak 57.523 kilogram.

Masyarakat Solo memang memiliki kecenderungan hobi belanja, tetapi tidak hobi masak sehingga lebih suka jajan.

Secara umum rumah tangga berkontribusi 32% terhadap timbulan sampah di Solo. Penyumbang sampah makanan terbesar selanjutnya pada 2019 adalah hotel (13%), restoran (9%), dan katering (10%).

Budi Daya Maggot

Larva maggot salah satunya dibudidayakan para pegawai Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo. Maggot akan tumbuh menjadi pupa lalu menjadi lalat, tetapi bukan lalat hijau yang selalu membuat manusia bergidik.

“Namanya lalat black soldier fly atau biasa disebut BSF,” kata pembudidaya lalat BSF di taman Winasis, Wiyono, Sabtu (1/4/2023).

Keuntungan lainnya yakni maggot tumbuh dengan cepat dan tanpa membutuhkan pemeliharaan khusus. Telur lalat BSF perlu waktu 3-4 hari untuk menetas, kemudian bayi larva tumbuh selama 7 hari untuk menjadi larva dewasa.

Larva dewasa kemudian hanya butuh kurang lebih 3 hari untuk menjadi prepupa, lalu satu pekan kemudian menjadi pupa yang sudah tidak bergerak selama 7 hari. Setelah itu pupa berubah menjadi lalat BSF yang tidak makan selama hidup, dan rata-rata hidup selama 7-14 hari.

Kemudian BSF jantan dan betina kawin, lalu 2-3 hari setelahnya BSF betina akan bertelur. Uniknya, lalat BSF betina mati setelah bertelur, sedangkan lalat BSF jantan mati setelah kawin.

Siklus hidup lalat ini berlangsung selama 40 hari dengan tidak memerlukan modal yang cukup mahal. Namun perlu disiasati kebutuhan sampah organik untuk kebutuhan makan maggot.

Sementara, sampah organik yang sudah menghitam atau bekas magot (kasgot) masih bisa juga dimanfaatkan.

Seperti halnya bahan organik lainnya, kasgot masih lembab dan lengket, tetapi Wiyono biasa mengeringkannya untuk kemudian dijadikan pupuk organik. Sementara magot yang masih hidup di dalam bak dia pakai untuk memberi makan unggas dan ikan.

“Jauh lebih murah ini daripada pakan pelet, dan ayam-ayam kami lebih doyan magot,” ujar Wiyono sembari tersenyum. Dia juga menambahkan pengolahan pupuk organik dengan magot hanya memerlukan waktu kurang dari seminggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya